Judul di atas itu yang paling membekas di hati saya sewaktu mengambil kelas ekonomi. Natural Resources Curse = kutukan sumber daya alam atau sering disebut juga the paradox of plenty. Ini untuk menunjukan negara-negara yang kaya dengan sumber alam justru masyarakatnya hidup dalam kemiskinan yang dalam dan parah (sistemik).
Topik tulisan ini untuk mengajak para pembaca blog ini untuk merefleksikan makna kebangkitan nasional yaitu membangun rasa kebangsaan dan kedaulatan sebagai bangsa yang bebas dan mandiri. Setelah 100 tahun hari Kebangkitan Nasional apakah cita-cita kebangkitan nasional sebagai bangsa yang berdaulat, bebas dan mandiri sudah tercapai. Ataukah malah sebaliknya kutukan sumber daya alam ini membawa bangsa ini menderita dalam neokolonialisme yang menjelma dalam bentuk exploitasi seluruh sumberdaya alam kita oleh berbagai perusahaan multinational dari berbagai negara dan tersandera dalam debt trap.
Apakah negara Indonesia termasuk dalam negara-negara yang terkena Natural Resources Curse? Silakan dijawab sendiri. Tulisan ini hanya memberikan fakta bahwa setiap harga minyak naik, timbul masalah. Mengapa sebagai pemilik sumberdaya alam ini, setiap kenaikan harga minyak, bukannya gembira melainkan resah. Mengapa justru perusahaan-perusahaan multinasional yang mengeksplorasi berbagai sumber alam di seluruh pelosok nusantara justru sejahtera. Berbanding terbalik dengan Indonesia jumlah penduduk miskin menurut data BLT 2005 adalah sekitar 60 juta orang atau 15 juta kepala keluarga. Bahkan Bank Dunia memperkirakan jumlah orang miskin di Indonesia telah mencapai 100 juta orang. Ironis, untuk negara yang kaya dengan sumber daya alam.
Dalam tulisan yang lalu saya telah menunjukan salah satu alasan pemerintah tidak menaikkan BBM adalah tidak kuat. Berikutnya saya juga akan menunjukan dua alasan lagi yang dipakai pemerintah menaikkan harga BBM juga kurang tepat. Dua alasan itu adalah kenaikan harga minyak dunia dan menyelamatkan APBN. Tadinya saya akan menginvestigasi bagaimana perhitungan harga minyak dengan memanfaatkan akses saya dari teman-teman, baik yang ada di BPK, BPKP dan BP MIGAS. Namun karena keterbatasan waktu, baik karena kesibukan saya, teman-teman tadi juga banyak yang sedang berada di luar kota atau luar negeri sehingga saya membatalkan niat itu. Tetapi untunglah ada beberapa sumber lain yang saya dapatkan yaitu hasil audit BPK terhadap Natuna Blok A dan Blok B serta tulisan Kwik Kian Gie.
Topik tulisan ini untuk mengajak para pembaca blog ini untuk merefleksikan makna kebangkitan nasional yaitu membangun rasa kebangsaan dan kedaulatan sebagai bangsa yang bebas dan mandiri. Setelah 100 tahun hari Kebangkitan Nasional apakah cita-cita kebangkitan nasional sebagai bangsa yang berdaulat, bebas dan mandiri sudah tercapai. Ataukah malah sebaliknya kutukan sumber daya alam ini membawa bangsa ini menderita dalam neokolonialisme yang menjelma dalam bentuk exploitasi seluruh sumberdaya alam kita oleh berbagai perusahaan multinational dari berbagai negara dan tersandera dalam debt trap.
Apakah negara Indonesia termasuk dalam negara-negara yang terkena Natural Resources Curse? Silakan dijawab sendiri. Tulisan ini hanya memberikan fakta bahwa setiap harga minyak naik, timbul masalah. Mengapa sebagai pemilik sumberdaya alam ini, setiap kenaikan harga minyak, bukannya gembira melainkan resah. Mengapa justru perusahaan-perusahaan multinasional yang mengeksplorasi berbagai sumber alam di seluruh pelosok nusantara justru sejahtera. Berbanding terbalik dengan Indonesia jumlah penduduk miskin menurut data BLT 2005 adalah sekitar 60 juta orang atau 15 juta kepala keluarga. Bahkan Bank Dunia memperkirakan jumlah orang miskin di Indonesia telah mencapai 100 juta orang. Ironis, untuk negara yang kaya dengan sumber daya alam.
Dalam tulisan yang lalu saya telah menunjukan salah satu alasan pemerintah tidak menaikkan BBM adalah tidak kuat. Berikutnya saya juga akan menunjukan dua alasan lagi yang dipakai pemerintah menaikkan harga BBM juga kurang tepat. Dua alasan itu adalah kenaikan harga minyak dunia dan menyelamatkan APBN. Tadinya saya akan menginvestigasi bagaimana perhitungan harga minyak dengan memanfaatkan akses saya dari teman-teman, baik yang ada di BPK, BPKP dan BP MIGAS. Namun karena keterbatasan waktu, baik karena kesibukan saya, teman-teman tadi juga banyak yang sedang berada di luar kota atau luar negeri sehingga saya membatalkan niat itu. Tetapi untunglah ada beberapa sumber lain yang saya dapatkan yaitu hasil audit BPK terhadap Natuna Blok A dan Blok B serta tulisan Kwik Kian Gie.
Bahkan kalau rekan-rekan pembaca beruntung bisa menyaksikan acara Sugeng Sarjadi Forum 15 Mei 2006 yang disiarkan QTV berjudul : Expor Import BBM : Crime Untouchable, rekan-rekan akan mengetahui kegiatan rent seeking (pemburu rente), baik oleh para broker dan pejabat pertamina sendiri. Acara ini menampilkan tiga pembicara, yaitu Dr. Kurtubi (Pengamat Perminyakan), Ichsanuddin Noorsy (Pengamat Ekonomi) dan Direktur Tempo, Bambang Harymurti. Tempo sendiri telah menerbitkan laporan investigasinya mengenai permasalahan ini pada edisi tanggal 30 Maret 2008. Bagi yang belum baca, segera mendapatkannya. Dalam acara dan tulisan Tempo, disebutkan pula nama-nama orang-orang lama yang terlibat dalam pemburuan rente (rent seeking) tersebut. Dengan demikian apa yang mau saya tulis sebenarnya telah diungkapkan dalam acara dan report tersebut.
Analisis saya yang lain mengatakan bahwa ada free riders dari akibat kenaikan harga BBM yaitu perusahaan asing yang mempunyai SPBU di Indonesia yaitu Shell dan Petronas. Dengan meningkatkan harga premium maka akan ada pemilik mobil yang berpindah menggunakan bensin sekelas pertamax/plus dari kedua perusahaan tersebut. Ini dikarenakan selisih harganya tidak seberapa tetapi kualitas bensin dan pelayanan di SPBU milik kedua perusahaan asing ini lebih baik. Ini semakin membuka peluang perusahaan asing ini membuka lebih banyak lagi SPBU di seluruh Indonesia. Semakin gemuklah kedua perusahaan asing itu.
APBN
Saya hanya mengelus dada saja ketika tulisan saya dikomentari seorang anak muda (mungkin sedang mengambil S2/S3 di luar negeri) yang mengatakan bahwa kenaikan BBM untuk menyelamatkan APBN. Masih muda saja sudah membodohi publik. (Budi Utomo cs di alam sana mungkin gelisah menyaksikan pikiran para intelek muda yang mendukung kenaikan BBM dengan alasan menyelamatkan APBN). Padahal isi APBN selain belanja pembangunan, adalah belanja rutin untuk gaji pegawai negeri yang jumlah 4,5 juta orang saja. Jadi jelaskan yang diselamatkan itu siapa!
Apalagi ucapan ini ditujukan kepada saya. Bukannya takabur atau mau sombong, selama 10 tahun lebih tugas saya mengaudit pelaksanaan APBN/APBD hampir di seluruh instansi di Indonensia. Isinya banyak inefisiensi, mark up, fiktif dan korupsi.
Kelemahan utama dari penyusunan APBN adalah perencanaan kegiatan yang tidak matang dan diwarnai rent seeking sehingga sejak dari perencanaan sudah di mark-up. Temuan ini sesuai dengan perkataan mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazir dalam Sugeng Sarjadi Forum Episode “Wanted : Dead or Alive : APBN” yang mengatakan terdapat ribuan pos unnecessary spending dalam APBN. Sehingga jika APBN dipotong 20 atau sampai 30 persen tidak berpengaruh apa-apa. Kalau tidak percaya, coba anda pergi ke puncak mulai bulan Desember sampai akhir Maret, anda akan sulit mencari tempat karena hampir semua hotel dan motel full booked oleh berbagai instansi pemerintah untuk dipakai seminar, workshop, sosialisasi, pemuktahiran data, penyusunan laporan dan lain-lain yang intinya adalah menghabiskan anggaran alias pemborosan.
Alasan pemerintah menaikkan BBM hanya karena alasan kenaikan minyak dunia, menyelamatkan APBN dan subsidi salah sasaran menurut saya hampir sama seperti alasan penunjukan langsung. Tidak mau susah payah. Padahal banyak cara seperti mengemplang utang-utang najis, memperbaharui kontrak-kontrak dengan perusahaan asing, mengurangi subsidi perpajakan, memotong unnecessary spending. Semua ini ditunjukan secara gamblang dalam acara telah diputar beberapa kali selama seminggu ini di QTV “Wanted : Dead or Alive : APBN” . Acara ini menghadirkan pembicara Dr. Hendri Saparini (Direktur Eksekutif Econit), mantan Menteri Keuangan Dr. Fuad Bawazir dan Ichsanuddin Noorsy (Pengamat Ekonomi). Bahkan Ichsanuddin Noorsy mengatakan pihak-pihak yang menginginkan kenaikan BBM seenak jidatnya mengatakan subsidi salah sasaran. Padahal yang dimaksud dengan subsidi itu tidak didefinisikan secara jelas dan transparan.
SOLUSI
Tidak lain kita kembalikan ke semangat hari kebangkitan nasional yaitu mewujudkan cita-cita kebangkitan nasional sebagai bangsa yang berdaulat, bebas dan mandiri. Untuk itu segala bentuk neokolonialisme harus dibasmi. Mulai dari pembaharuan kontrak-kontrak yang merugikan antara Indonesia dengan perusahaan asing yang mengeksploitasi kekayaaan sumber daya alam, penghematan, penghapusan utang najis, penghapusan rent seeking dan free riders dalam ekspor impor BBM, perbaikan good governance di seluruh bidang/instansi dan lain-lain. Semuanya ini kalau dilakukan dengan konsisten dan dengan niat baik akan melepaskan kita dari kutukan sumber daya alam dan apa yang ditulis oleh rekan blogger yang cerdas dan tidak sombong ini bisa jadi kenyataan.
Saya ucapkan juga Selamat Hari Raya Tri Suci Waisyak. Semoga semua mahluk berbahagia
Artikel terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar