Senin, Mei 19, 2008

BUSWAY : LAKU KORUP

*) Artikel menarik ini dibuat oleh Iwan Pilliang (www.apakabar.ws) untuk menunjukkan bagaimana perilaku korup telah merasuk dalam kehidupan sehari-hari kita. Walaupun kecil nilainya tetap korupsi.


SUDAH menjadi agenda rutin saya kini, menjadikan Busway sebagai pilihan berkendaraan umum. Menurut Soetiyoso, kepada TEMPO, 2003, Busway diperuntukkan bagi kalangan menengah bawah. Mantan gubernuer DKI itu, kala itu, mengaku sudah melakukan studi banding terhadap Transmillenio di Bogota, Kolombia, yang menerapkan konsep Busway. Ia tidak mengkuatirkan kalangan atas bermobil yang menjadi macet, karena akses jalan “direbut” Busway.

Kini setelah lima tahun kemudian, sudah ada satu dua saya perhatikan kalangan kelas atas bermobil beralih naik Busway. Mereka memilih Busway demi mengejar waktu guna menerobos macet, seperti di Jalur Mampang, arah Ragunan, JakartaSelatan.Jika naik Busway dari rumah, halte yang terdekat dari kediaman saya adalah diperempatan Halimun, Jl. Sultan Agung, Jakarta Selatan, sekitar dua ratus meterberjalan kaki.

Dua bulan lalu, seperti biasa, saya berjalan cepat. Membayar tiket dengan cepat.Kendati tidak pernah dengan uang pas, biasanya petugas tiket mengembalikan uang dengan tangkas. Saking tangkasnya, ia menyerahkan tiket yang sudah terpotong kepada saya - - bukan tiket utuh dua bagian yang belum dirobek.Saya berujar: Maaf Mbak, coba cocokkan nomor tiket di kiri dan kanannya?Petugas tiket Busway itu cemberut. Nomor tiket kiri dan kanan tidak cocok.Seakan merajuk, lalu mengganti tiket utuh yang masih baru, yang belum dipotong,dan merobeknya di depan saya. Saya tersenyum melihat perlakuan itu. Karena buru-buru, kendati dongkol dengan kejadian yang saya alami, saya membiarkan saja pikiran tidak melayang panjang.

Senin 12 Mei 2008 ini, saya mengalami untuk ketiga kalinya perlakuan korup dibagian tiket Busway.Tetapi yang paling membekas adalah kejian kedua - - sekaligus paling naïf.Kisahnya begini: sekitar tiga pekan lalu di halte Pejaten, Jakarta Selatan. Kalaitu petugas penjualan tiket seorang gadis berkerudung. Ia memberikan tiket yang sudah terpotong, sudah terobek, itu artinya tiket bekas yang diberikan. Sayagemas, ingin rasanya membentak pekak.Namun saya berusaha menginjak jempol kaki untuk tidak marah. Saya lalutersenyum, dan berusaha bicara santun: Mbak maaf ya, Anda berjilbab, apa yangAnda lakukan terhadap saya, terhadap perusahaan Anda?Tanpa ba-bi-bu, tangan petugas itu reflek mengganti dengan tiket baru. Mukanya merah. Tetapi sepukul kata maaf pun tidak ia sampaikan. Ketika mengambil tiketbaru yang dipotongkan di depan saya, saya sampaikan kalimat kepadanya: Malu Mbak, Anda berjilbab, tapi korup! Suara saya pelan. Petugas itu menunduk, tidak menatap mata saya.

Hari ini, untuk ketiga kalinya, di halte yang sama di Pejaten, saya mengalaminya lagi. Kala itu petugasnya sudah lain, tidak lagi berjilbab, tetapi kelakuannya podo. Karena buru-buru, untuk mengejar janji , dan jam sudah mendekati pukul dua siang, di mana kehadiran saya sudah ditunggu rapat, maka saya tak memberikan sepatah kata pun, selain minta diganti dengan tiket baru. Dan saya biarkan fakta itu tidak mengganggu.

Saya akhirnya berkesimpulan, bahwa di lingkup Busway ini bisa menjadi penggambaran terhadap laku korup yang terjadi di hampir semua lini di Indonesia. Karena baru terbilang masuk ke tahun ke empat, “keminian” Indonesia di Busway dalam urusan korupsi, bisa jadi menjadi telaah yang menarik. Baca Selengkapnya

Tidak ada komentar: