Coba perhatikan kasus aliran dana BI yang tengah disidangkan pada pengadilan korupsi. Tahu yang saya maksudkan?
Ternyata para pejabat BI gampang saja mencairkan uang yang sedemikian besar. Bahkan pencairan itu dilakukan beberapa kali.
Apakah PPATK tidak dapat mendeteksi lalulintas uang jika dilakukan oleh institusi BI sendiri? Sepengetahuan saya kasus aliran dana BI adalah hasil audit BPK yang diserahkan kepada KPK.
Bahkan Anwar Nasution kecewa karena dalam aliran dana BI, KPK terlalu menekankan kasus suap-menyuap, sedangkan kasus lain seperti pencucian uang terkesan dipinggirkan (lihat kompas, 8 Agustus 2008) .
Ternyata para pejabat BI gampang saja mencairkan uang yang sedemikian besar. Bahkan pencairan itu dilakukan beberapa kali.
Apakah PPATK tidak dapat mendeteksi lalulintas uang jika dilakukan oleh institusi BI sendiri? Sepengetahuan saya kasus aliran dana BI adalah hasil audit BPK yang diserahkan kepada KPK.
Bahkan Anwar Nasution kecewa karena dalam aliran dana BI, KPK terlalu menekankan kasus suap-menyuap, sedangkan kasus lain seperti pencucian uang terkesan dipinggirkan (lihat kompas, 8 Agustus 2008) .
Terkait dengan judul artikel ini, kasus diatas adalah salah satu tipe pencucian uang yang tidak melalui sistim perbankan. Beberapa hal yang lain, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
Tidak mencolok dan bersabar.
Misal untuk membeli aset. Pelaku pencucian uang mempunyai dana haram sebesar 2 Milyar. Agar tidak mencolok ia akan membeli suatu aset yang berharga dibawah Rp. 500 juta. Aset ini diusahakan tidak satu jenis saja. Pelaku akan membeli rumah, apartemen, mobil, perhiasan masing-masing 400 juta dan sisanya untuk membeli franchise. Karena antara penjual mobil, apartemen, perhiasan dan rumah tidak saling kenal dan pembelian itu tidak dilakukan dalam jangka waktu yang dekat, kemungkinan besar launderer tidak ketahuan. Dengan adanya franchise, ketika pelaku menjual aset itu kembali setelah beberapa tahun, tidak akan ada pihak yang curiga karena uang hasil penjualan aset itu seolah-olah dari usaha franchise.
Telah mempunyai bisnis usaha yang legal.
Misal jika seorang pejabat korup yang telah mempunyai bisnis legal ia cukup mencuci uangnya dengan membayar gaji pegawai dan biaya operasionalnya dengan dana haram. Semakin besar bisnis legalnya semakin sulit untuk terdeteksi walaupun akhirnya telah masuk dalam sistim perbankan. Tidak heran para konglomerat hitam tidak akan terdeteksi melakukan pencucian uang jika predicate crime-nya (kejahatan asalnya) tidak terungkap. Lihat kasus Ayin yang menyuap jaksa Urip. Setelah tertangkap KPK, Ayin dan Urip seharusnya juga didakwa melakukan pencucian uang karena terkait kasus dana BLBI.
Dana-dana untuk Pemilu/Pilkada diparkir diperusahaan sendiri atau para kader/simpatisan partai, ketika akan dibutuhkan dana itu digunakan untuk kegiatan kampnye seolah-oleh sumbangan perusahaan. Salah satu indikasinya ada transfer dari perusahaan yang sebetulnya hanya paper company atau perusahaan itu sebenarnya dalam keadaan rugi. Bagaimana mungkin perusahaan rugi bisa menyumbang dana yang cukup besar?
Untuk membiayai suatu usaha (menjadi investor/kreditor).
Begitu banyak sekarang ini suatu usaha yang sebenarnya mempunyai prospek untuk maju namun tidak "bankable". Maksudnya perusahaan itu jika meminjam uang dari bank tidak akan diberikan dengan berbagai alasan misal tidak ada jaminan, belum dua tahun dll. Launderer akan memasukan dana haram keperusahaan tersebut, bahkan (dugaan saya) ia meminta kepada pemilik untuk menjual produknya selama utang belum lunas dengan harga yang tipis keuntungannya (dibawah profit normal). Tentu saja pemilik perusahaan ini dengan senang hati akan memenuhi permintaan pihak launderer. Dengan tipisnya keuntungan berarti harga sangat murah sehingga produknya akan laris manis. Alasan kedua, dengan harga sedemikian murah, dalam waktu yang tidak terlalu lama maka para pesaingnya akan mati. Ini menguntungkan pemilik perusahaan karena jika suatu saat utangnya lunas maka ia bisa menaikkan harga ke harga normal lagi atau bahkan lebih tinggi dari harga normal. KPPU seharusnya mewaspadai hal ini terutama untuk perusahaan UKM (usaha kecil menengah). Jangan underestimate dengan UKM. Karena launder bisa saja membiayai UKM sebanyak 10 buah yang tersebar dengan dana 200 juta per masing-masing UKM.
Adanya kerjasama dengan para penjual atau agen.
Misal dalam pembelian asuransi jiwa. Premi asuransi jiwa oleh launderer langsung dibayar tunai seluruhnya. Pihak agen penjual asuransi tidak melaporkan hal ini karena launderer telah memberi dia komisi yang cukup besar. Dalam tempo yang tidak terlalu lama, pelaku akan membatalkan asuransi jiwa tersebut walau dengan dipotong denda.
Demikan beberapa tipe pencucian uang yang tidak melalui sistim perbankan. Tentunya masih banyak lagi contoh-contohnya namun saya tidak mau mengungkapnya karena takut disalahgunakan pihak tertentu yang membaca blog ini. Harapan saya, pihak berwajib dan PPATK mempunyai metode canggih untuk mendeteksi pencucian uang yang tidak melalui sistim perbankan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar