Kamis, Agustus 14, 2008

SEKILAS TENTANG KARTEL SMS

Para pengguna telpon seluler saat ini menikmati biaya SMS lebih murah dibandingkan sebelum 1 April 2008. Sepatutnya kita ucapkan terima kasih atas upaya yang dilakukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang memeriksa dan meneliti kasus kartel sms. Setelah menerima laporan, sejak November 2007 KPPU telah memeriksa dugaan kartel sms yang dilakukan oleh PT. Excelcomindo Pratama, PT. Telekomunikasi Seluler, PT. Indosat, PT. Telekomunikasi Indonesia, PT. Hutchison CP Telekomunikasi, PT. Bakrie Telecom, PT. Mobile-8 telecom, PT. Smart Telecom dan PT. Natrindo Telepon Seluler.

KPPU dalam keputusannya perkara no :26/KPPU-L/2007 mengatakan bahwa :
  1. PT. XL, Telkomsel, Telkom, Bakrie dan Mobile-8 terbukti melakukan kartel harga SMS off-net pada range Rp. 250 -Rp. 350 periode 2004 sampai dengan April 2008
  2. PT. Indosat, Hutchison, dan PT. NTS tidak terbukti melakukan kartel harga SMS
  3. Perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kartel harga SMS melanggar pasal 5 UU No. 5 tahun 1999, yaitu "Pelaku Usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggannya pada pasar bersangkutan yang sama."

New Entrant vs Incumbent

Perusahaan-perusahaan yang dnyatakan melakukan kartel tentu saja menolak keputusan KKPU. Kalau diteliti lebih dalam ternyata berdasarkan keterangan para pelaku dapat dikelompokan perusahaan incumbent (sudah ada di pasar) seperti PT. XL, Telkom, Telkomsel dan perusahaan new entrant (pendatang baru) seperti bakrie, mobile-8, smart. Menurut pembelaan perusahaan incumbent seperti PT. XL mengatakan bahwa perjanjian yang ditandatanganinya tanpa niat jahat ataupun niat untuk membentuk kartel harga. Adanya klausula harga semacam itu adalah untuk mencegah terjadinya spamming yang bertujuan untuk menjaga kestabilan jaringan.

Sementara itu PT. Telkomsel menyatakan klausula SMS interkoneksi (off net) bukan perwujudan niat penetapan harga tetapi merupakan jalan keluar yang dipilih akibat tidak adanya ketentuan hukum mengenai sms interkoneksi sehingga telkom perlu melakukan "self regulatory" sehingga digunakan klausula SMS interkoneksi dengan beberapa operator lainnya untuk mengatasi dan mencegah SMS broadcasting, SMS Spamming dan tele marketing.

Sedangkan pembelaan dari new entrant seperti PT. Bakri mengatakan bahwa Bakri tidak mempunyai keinginan membuat perjanjian yang dikategorikan praktek penetapan harga namun posisi sebagai operator baru dan mempunyai pelanggan yang kecil jumlahnya mau tidak mau Bakri menyepakati klausul tersebut.

Biaya SMS Off net

Apakah alasan perusahaan tersebut diatas diterima? Majelis Komisi tidak menerima dengan alasan (menurut saya secara garis besar) sebagai berikut :

  1. Pasca 1 April 2008 operator-perator menurunkan harga SMS tanpa ada perubahan biaya internal dan ekternal layanan SMS. Dengan demikian sebenarnya penurunan harga ini bisa dilakukan jauh hari setelah adanya penurunan biaya interkoneksi oleh pemerintah.
  2. Tidak semua operator incumbent melakukan kartel seperti Indosat. Tidak ada perjanjian penetapan harga antara Indosat dengan bakri, mobile-8, smart. Ini berarti klausula harga bukan satu-satunya jalan keluar.
  3. Biaya SMS off net sebenarnya masih jauh lebih murah dibandingkan dengan range Rp. 250 - 350 yang dikenakan dalam kartel harga SMS. Terbukti sejak awal perusahaan new entrant PT. NTS menetapkan harga SMS of net sebesar Rp. 60/sms.

Kalau begitu berapa harga yang wajar untuk SMS off net ? Majelis Komisi menggunakan tarif yang diteliti oleh OVUM yaitu untuk tarif interkoneksi original ( Rp. 38) dan terminasi (Rp. 38) ditambah dengan biaya retail service activity cost (RSAC) sebesar 40% dari biaya interkoneksi dan margin keuntungan 10% dari biaya interkoneksi. Berdasarkan perhitungan tersebut maka perkiraan harga kompetitif harga SMS off net adalah Rp. 114/SMS.

Berapa kerugian konsumen ? KPPU menaksir dengan membandingkan pendapatan operator dengan menggunakan harga kartel yang terendah (Rp. 250) dengan pendapatan pada harga kompetitif hasil perhitungan KPPU didapat kerugian konsumen periode 2004 - 2007 sebesar Rp. 2.827.700.000.000.

Konsumen bisa nuntut kagak ya ? Yang pasti tunggu dulu sampai ada keputusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap ( wuiih kayak pengacara aja...)



Sumber :

Keputusan KPPU No :26/KPPU-L/2007



Disarikan oleh :

Johanes Wardy Sitinjak

The Tracer ( http://signnet.blogspot.com/)

Tidak ada komentar: