Kamis, Juni 19, 2008

Masih Perlukah Rangkap Jabatan Komisaris BUMN?


Harapan masa depan bangsa Indonesia untuk mempunyai BUMN yang menjadi world- class company nampaknya sulit untuk segera diwujudkan. Mengapa ? Soalnya tradisi lama yang tidak sesuai dengan good corporate governance masih saja ada dalam BUMN? Salah satunya adalah rangkap jabatan komisaris BUMN. Ternyata setelah kejatuhan Enron dan 10 tahun reformasi belum mengubah paradigma para pengambil keputusan. Alasan-alasan yang diberikan pun masih klasik alias kuno, seperti yang dikatakan Said Didu, Sekretaris Meneg BUMN, “Penempatan pejabat pemerintah sebagai komisaris di sejumlah BUMN masih dibutuhkan untuk menjaga kepentingan pemerintah". Atau yang dikatakan Wapres Jusuf Kalla, "Yang tidak boleh itu rangkap gaji. Kalau merangkap untuk fungsi mewakili negara, gaji bisa disesuaikan. Negara harus ada wakilnya di BUMN". Atau beliau pun pernah bilang bahwa komisaris kan tidak full time. Hanya sekali-sekali datang saja.

Tepatkah alasan pejabat-pejabat itu? Sebelum saya menjawab, saya ingin menyodorkan fakta bahwa salah satu alasan kejatuhan Enron, yang saat itu merupakan perusahaan energi terbesar di dunia adalah karena Board Of Director-nya (di Indonesia disebut Komisaris, two- tier system) hampir semuanya merangkap jabatan baik di Enron dan perusahaan lainnya.

Susunan Board Of Director ENRON
Robert Belfer
sebagai Executive Committee merangkap Finance Committee. Selain itu juga sebagai Chairman Of Belco Oil & Gas Corporation.

Norman Blake
sebagai Finance Committee merangkap Compensation Committee. Selain itu juga sebagai Chairman, president and CEO of Comdisco. Former CEO and secretary general, US Olympic committee.

Ronnie Chan
sebagai Audit Committee merangkap Finance Committee. Selain itu juga sebagai Chairman of Hang Lung group, Hong Kong property conglomerate and a director of Motorola and Standard Chartered

John Duncan
sebagai Executive Committee merangkap Compensation Committee. Selain itu juga sebagai executive committee of Gulf & Western Industries.

Wendy Gramm
sebagai Audit Committee merangkap Nominating Committee. Selain itu juga Director of regulatory studies programme of the Mercatus centre at George Mason University. Former chairwoman, US commodity futures trading commission.

Ken Harrison
Executive Committee. Selain itu juga sebagai Former chairman and CEO, Portland General Electric.

Robert Jaedicke
sebagai Ketua Audit Committee merangkap Compensation Committee. Selain itu juga sebagai Professor of accounting emeritus and former dean, graduate school of business, Stanford University and member of the boards of directors of Wells Fargo Bank, Boise Cascade, GenCorp, State Farm Insurance, and Homestake Mining.

Kenneth Lay
Chairman, Enron. Resigned January 24 2002.

Charles Lemaistre
sebagai Executive Committee merangkap Compensation Committee. Selain itu juga sebagai President (emeritus) at University of Texas and Managing director Of Anderson Cancer Center.

John Mendelsohn
sebagai Audit Committee merangkap Nominating Committee. Selain itu juga sebagai President Of Anderson Cancer Center, University of Texas and director of ImClone Systems

Jerome Meyer
sebagai Finace Committee merangkap Nominating Committee. Selain itu juga sebagai Chairman Of Tektronix.

Paulo Ferraz Pereira
sebagai Audit Committee merangkap Finance Committee. Selain itu juga sebagai Executive vice president, Group Bozano. Former president and chief operating officer, Meridional Financial. Former president and CEO, State Bank of Rio de Janeiro, Brazil.

Frank Savage
sebagai Finance Committee merangkap Compensation Committee.Selain itu juga sebagai Chairman, Alliance Capital Management International (a division of Alliance Capital Management).

Jeffrey Skilling
President and CEO, Enron. Resigned August 2001.

John Urquhart
sebagai Finance Committee merangkap sebagai Senior adviser to the chairman, Enron. Former senior vice president, Industrial and Power Systems, General Electric.

John Wakeham
sebagai Audit Committee merangkap Ketua Nominating Committee. Selain itu juga sebagai Former UK secretary of state for energy , member of the House of Lords and prominent Conservative politician.

Herbert Winokur
sebagai Ketua Finance Committee merangkap Executive Committee. Selain itu sebagai President Of Winokur Holdings. Former senior executive vice president, Penn Central Corporation.

Dari fakta diatas, saya ingin mengaris bawahi bahwa orang-orang yang duduk di Board of Director ENRON tersebut, sebelumnya adalah kumpulan orang-orang sukses, hebat dan diakui kompetensinya. Mengapa mereka sampai gagal ? Salah satu dari Board of Director mengakui dan mengatakan , “ this was only a part-time job".
Fakta ini mematahkan pendapat Wapres JK yang mengatakan rangkap jabatan diperbolehkan karena komisaris adalah bukan pekerjaan full-time job.

Pendapat Said Didu, Sekretaris Meneg BUMN yang mengatakan, “Penempatan pejabat pemerintah sebagai komisaris di sejumlah BUMN masih dibutuhkan untuk menjaga kepentingan pemerintah” juga aneh.
Pertama, haruskah pejabat pemerintah yang duduk di situ? Bukankah jika seorang profesional (bukan pejabat pemerintah) yang ditunjuk pemerintah, dia juga akan melaksanakan kepentingan pemerintah.
Kedua, bukankah pemerintah melalui kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan dapat mengarahkan dan mengatur industri dimana BUMN itu berada?


PERANAN KOMISARIS

Peranan dan Posisi Company Board dijelaskan oleh Ram Charan dalam bukunya, Board That Deliver . Ada tiga fase peranan dan posisi Board, yaitu

Ceremonial Board
Peranan dan posisi board hanya sebagai tukang cap atau rubber stamp dari semua keputusan yang diusulkan oleh manajemen. Pertemuan board dan manajemen hanya untuk kepentingan seremonial saja seperti penyampaian laporan keuangan tahunan, makan malam bersama, pemberitahuan produk terbaru perusahaan, pengumpulan dana amal, dan lain-lain. Bahkan pernah dalam satu perusahaan sebelum Sarbaney Oxley ditetapkan, non executive director yang baru pada tahun pertama dilarang mengutarakan pendapat dalam meeting antara board dan manajemen.
Mungkin kebanyakan BUMN kita masih berada dalam fase ini.

Liberated Board
Setelah Sarbaney Oxley ditetapkan, peran dan posisi Board lebih diberdayakan. CEO tidak lagi mendominasi karena Board dapat mengeluarkan pendapatnya. Namun, sayangnya kebebasan mengeluarkan pendapat sering didasarkan atas kepentingan individual saja sehingga secara keseluruhan tidak menambah value buat strategi perusahaan. Bahkan dalam suatu situasi justru membebani manajemen perusahaan karena board terlalu mencampuri detail perusahaan.

Progresive Board
Peranan dan posisi Board benar-benar berdaya guna karena pendapat yang dikeluarkan masing-masing anggota Board diselaraskan dengan kepentingan strategi perusahaan. Hubungan Board dan CEO harmonis dan konstruktif dimana board tidak takut untuk berbeda pendapat dengan CEO dalam suatu strategi atau isu yang jelek tentang perusahaan.

Ram pun menyebutkan faktor-faktor apa (building block) yang menentukan apakah suatu board itu, ceremonial, liberated, atau progresive, yaitu :

Group Dynamics
Yaitu faktor-faktor yang menjelaskan perilaku dan interaksi antara board dengan manajemen.

Information Architecture
Yaitu faktor-faktor yang menjelaskan bagaimana board mendapat informasi tentang bagaimana manajemen menjalankan semua strategi yang ditetapkan. Informasi tersebut disampaikan kepada board dalam bentuk apa dan jangka waktunya mingguan, bulanan, tahunan atau tersedia setiap saat?

Focus on substantive issue
Yaitu faktor-faktor yang menjelaskan bagaimana board mempergunakan waktunya semaksimal mungkin sehingga fungsi board dapat memberikan nilai secara konsisten.


Secara lengkap hubungan antara building block dengan fase board sebagai berikut :

Phase I : CEREMONIAL
Group Of Dynamics
CEO sangat powerfull, board pasive.
Tidak ada dialog yang produktive dalam Boardroom.

Information Archicture
Manajemen menguasai dan membatasi arus informasi dan dokumen.
Informasi diberikan sangat singkat dan dipresentasikan memakan waktu yang lama.

Focus on Substantive Issues
Board hanya sebagai tukang cap (rubber-stamps) keputusan yang diambil CEO

Phase II : LIBERATED
Group Of Dynamics
Board bebas berbicara tetapi atas dasar kepentingan pribadi masing-masing anggota. Sulit mengambil keputusan karena terlalu banyaknya opsi atau usulan.
Terkadang usulan tersebut hanyalah masalah teknikal saja.

Information Archicture
Manajemen bersedia memberikan informasi tetapi dibebankan permintaan bertubi-tubi dari para anggota board. Sedangkan anggota board merasa informasi yang diberikan manajemen masih sedikit dan kurang tersruktur sehingga menyulitkan board untuk dapat memahami masalah secara cepat.

Focus on Substantive Issues
Board bermaksud memberikan kontribusi tetapi disibukkan dengan berbagai masalah dan isu sehingga kurang maksimal dan terjebak dalam hal-hal rutin saja.

Phase III : PROGRESIVE
Group Of Dynamics
Board telah berfungsi efektif sebagai tim yang baik. Saling menghormati dan percaya antara anggota board. Kontribusi didasarkan pada isu-isu strategis.

Information Archicture
Manajemen memberikan informasi secara teratur, tepat waktu dan terstruktur. Kebutuhan informasi yang diminta masing-masing anggota board diantisipasi dengan baik oleh manajemen

Focus on Substantive Issues
Board bersama-sama CEO bersama-sama menentukan agenda meeting berdasarkan isu-isu strategis. Hubungan Board dan CEO harmonis dan konstruktif.


Kalau melihat fakta kejatuhan Enron dan faktor-faktor building block ini, apakah masih perlu pejabat pemerintah merangkap jabatan komisaris BUMN?


Oleh :
Johanes Wardy Sitinjak
The Tracer (http://signnet.blogspot.com/)

Tidak ada komentar: