Jumat, Mei 30, 2008

TOLAK UTANG BARU, HAPUS UTANG NAJIS

Sudah lama juga saya tidak berkunjung ke situs Koalisi Anti Utang. Selain ada siaran pers tentang hubungan kenaikan BBM dengan utang luar negeri yang baru, ternyata sejak 18 Mei sudah ada pergantian pengurus baru. Ya, Kusfiardi digantikan oleh Dani Setiawan. Mudah-mudahan pergantian ini karena hal yang baik misal dengan alasan regenerasi.

Pertama kali saya berjumpa dengan Kusfiardi di kantor Koalisi Anti Utang beberapa tahun yang lalu ketika sedang mengumpulkan bahan untuk topik utama peliputan utang luar negeri untuk majalah intern kantor. Saya agak terkejut juga melihat penampilannya yang masih muda. Di sekitarnya ada beberapa lagi pemuda. Ternyata semua pengurus KAU ini semuanya masih muda-muda. Berbeda dengan anggapan saya semula yang mengharapkan adanya seorang yang senior baik itu ekonom atau peneliti. Sebelum ke KAU, saya berhasil mendapatkan bahan tentang utang luar negeri dari peneliti senior CSIS. Namun, kekuatiran saya sirna, wawancara berjalan lancar, Kufiardi dan teman-teman secara bergantian dengan semangat menjelaskan tentang dampak negatif dari utang luar negeri yang dialami selama bertahun-tahun oleh bangsa ini. Wajar, sebagai pemuda yang merupakan masa depan bangsa ini kuatir akan bahaya utang luar negeri ini. Bayangkan saja, seperti yang dikatakan Dr. Hendri Saparini (Direktur ECONIT) cicilan pertahun bunga dan utang luar negeri di APBN-P 2008 mencapai kurang lebih 150 trilyun dan jika dicicil secara tetap serta tidak ada lagi penambahan utang luar negeri, baru akan lunas tahun 2030. Bayi-bayi yang baru lahir menangis karena mereka langsung mewarisi Utang Luar Negeri yang sangat besar.

Saya jadi teringat ketika usia saya masih seumuran mereka. Saat itu beberapa kali saya pernah mengaudit proyek-proyek yang dibiayai utang luar negeri. Namun, belum ada kesadaran akan dampak negatif utang luar negeri. Saya mengaudit ya seperti biasanya, tidak membedakan antara proyek utang luar negeri atau bukan. Bahkan ada anggapan saat itu (yang sekarang disadari salah) kalau mengaudit proyek utang luar negeri sama saja dengan ungkapan kayak gini “seperti meludah kelangit, terpecik wajah sendiri”. Ya saat itu utang luar negeri dianggap lender/kreditor percaya kepada kita. Semakin banyak utang, semakin dipercaya oleh kreditor/lender. Sehingga kalau kita terlalu mengungkapkan kebobrokan pengelolaan utang luar negeri, bisa-bisa kita tidak dipercaya lagi alias tidak diberi utang lagi oleh pihak kreditor.

Kesadaran akan bahaya utang luar negeri baru saya alami pada bulan Mei-Juni tahun 1998 saat awal krisis perbankan melanda Indonesia. Sebuah pengalaman pahit yang tidak akan pernah saya lupakan. Saat itu kami (beberapa senior dan saya) ditunjuk sebagai pengelola proyek utang luar negeri dari dana World Bank. Tidak seperti proyek-proyek yang lain, peran kami sebagai pengelola proyek dibatasi hanya sebagai kasir dan administrasi saja. Segala sesuatunya mulai dari tender sampai pengawasan semuanya diambil alih atau dikoordinasi oleh sebuah kantor akuntan publik asing Arthur Andersen (AA) cabang Inggris.

Persoalan dimulai ketika para konsultan audit asing yang dipakai untuk melakukan “due dilligence” bank-bank yang sekarat mengajukan permintaan pembayaran. AA pun sebagai koordinator para konsultan asing itu pun mengajukan form permintaan pembayaran kepada kami. Alangkah terkejutnya kami, ternyata permintaan pembayaran tersebut hanya rekapitulasi nama-nama konsultan dan total honornya tanpa ada rincian, dukungan bukti lain dan deliverables. Kami pun mengembalikan berkas tersebut disertai catatan kekurangan-kekurangan dokumen yang harus dilengkapi. Bukannya berterima kasih karena ditunjukkan salahnya, salah satu pimpinan AA tersebut mendatangi ruangan kami dan menuduh kami menghalangi proses pembayaran. Dengan tenang kami tunjukan peraturan dari Depkeu tentang Tatacara Pengajuan Pembayaran Tagihan Proyek Utang Luar negeri. Eh kompeni satu ini, makin marah dan mengatakan “I don’t care about your regulation. This is our money”. Serentak kami marah dan atasan saya dengan tegas mengatakan memang itu uang negara anda tetapi pemerintah kami telah meminjamnya dan nanti pemerintah kami akan kembalikan semuanya plus bunga. Kami tidak mempersulit tagihan anda. Jika tidak percaya, silakan anda urus sendiri ke Depkeu.

Tidak hanya prosedur dan kelengkapan dokumen saja yang kami ingatkan, kami juga memprotes tingginya honor yang diterima oleh konsultan asing tersebut. Bayangkan honor mereka dibayar mulai USD 3,500-10,000 per jam sesuai rangking posisi. Rata-rata 8 jam sehari. Para konsultan asing itu dengan cepat menguras uang yang dipinjamkan oleh pemerintah mereka ke pemerintah Indonesia. Padahal pekerjaan tersebut mampu dilakukan oleh para tenaga ahli kita. Aneh, jika dikarenakan pihak luar negeri tidak percaya terhadap orang Indonesia karena selama ini yang mengaudit hampir semua bank adalah KAP Arthur Andersen yang berpartner dengan Prasetyo Utomo.
Lebih parah lagi, ada seorang pejabat Bank Dunia yang tiba-tiba datang membawa berkas kontrak konsultan asing yang harus dibayar. Padahal kami sendiri tidak tahu kapan kontrak itu dibuat dan apa saja yang dilakukan oleh konsultan itu. Kesal sekali hati saya pada saat makan siang dengan klien beberapa tahun lalu, saya masih berjumpa dengan pejabat ini.

Utang-utang seperti inilah yang dikatakan utang najis, yaitu utang yang diberikan kepada Indonesia namun sebenarnya utang itu untuk menghidupi pengusaha/konsultan/pekerja dari negara asal kreditor karena pemerintah diharuskan menggunakan barang dan jasa dari negara kreditor. Pada umumnya harga barang dan jasa tersebut sudah dimark-up sedangkan manfaatnya belum tentu dirasakan masyarakat Indonesia. Bahkan ada yang tidak dapat dipakai karena kurangnya SDM yang bisa mengoperasikan barang tersebut atau beda kondisi fisik alam negara kita dengan negara kreditor. Belum lagi yang dikorupsi oleh bangsa sendiri.

Dan tanpa ragu-ragu saya mengatakan Tolak Utang baru, Hapus Utang Najis! Sebagai pengganti utang mungkin pemerintah kita bisa mempertimbangkan berbagai alternatif lainnya diantaranya usulan yang disampaikan oleh Asvi Warman Adam.



Oleh :
Johanes Wardy Sitinjak
The Tracer ( http://signnet.blogspot.com/)

1 komentar:

Kusfiardi Sutan Majo Endah mengatakan...

Bapak Johanes Wardy,
Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk mengunjungi web kami di www.kau.or.id
Bapak benar, bahwa telah terjadi pergantian pengurus di KAU. Masa jabatan saya sudah berakhir pada tahun ini.
Saya dipilih melalui pertemuan nasional KAU pada pertemuan nasional di Malang tahun 2004 lalu.
Setelah melaporkan kerja saya selama satu periode menjabat sebagai koordinator, pertemuan nasional KAU juga mengadakan pemilihan pengurus baru untuk periode selanjutnya.
Bagi saya adalah satu kebahagiaan bisa memberikan kesempatan bagi regenerasi KAU yang nota bene banyak digerakkan oleh anak muda ini.
Terimakasih atas perhatian Bapak yang terus mengikuti perkembangan kami.
salam
Kusfiardi