Minggu, Maret 02, 2008

BLBI = Bohong Luar Biasa Iih!

Beberapa hari yang lalu, sejarah kembali mencatat lembaran hitam pada bangsa ini. Kejaksaan Agung mengumumkan tidak ditemukan pelanggaran hukum pada kasus BLBI. Sebuah drama besar telah dimainkan secara sukses. Di mulai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang mencabut kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menangani kasus korupsi yang terjadi sebelum KPK berdiri. Saya tidak mengerti mengapa Mahkamah Konstitusi mengambil keputusan seperti itu. Dengan demikian kasus BLBI ditangani oleh pihak kejaksaan. Akhir cerita ini seperti film-film kacangan mudah ditebak, kasus di-SP3-kan karena tidak ditemukan pelanggaran hukum.

Sebelumnya seperti yang saya duga dalam artikel “Beda kasus BLBI dengan Kasus Enron”, setelah era presiden Gusdur/Mega kecil kemungkinan penyelesaian kasus BLBI bisa dilanjutkan ke pengadilan. Namun, perasaan tidak puas tetap bergejolak di hati ini ketika dugaan tersebut menjadi kenyataan. Seharusnya saya mendengarkan kata seorang teman yang pernah ikut mengaudit kasus BLBI. Teman itu mengatakan sesudah 5 tahun, pengusutan kasus BLBI biar tuntas seharusnya dilakukan oleh para arkeolog bukan auditor apalagi jaksa! Maksud teman ini adalah karena BLBI sudah lama berlalu, data dan dokumen tentang BLBI kemungkinan tercecer kemana-mana, hilang atau dihilangkan oleh oknum sehingga butuh arkeolog untuk merekonstruksi ulang BLBI. Jadi bukan karena tidak ditemukan pelanggaran hukum.


Saya pun yang pernah membaca laporan pengawasan BI dan laporan due dilligence Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) semasa menjadi Bank Take Over (BTO) juga yakin ada pelanggaran hukum. Apalagi ketika semasa menjadi BTO justru peningkatan BLBI yang diterima BDNI jauh lebih besar. Hanya beberapa bulan saja BDNI menjadi BTO yang kemudian menjadi Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU) tetapi kucuran BLBI jauh lebih cepat dari pada ketika masih bank swasta umumnya. Mengapa bisa terjadi demikian? Dugaan saya proses pengucuran dana BLBI oleh BI tidak didasarkan prinsip kehati-hatian. Ibarat dokter seharusnya sudah dapat dilihat apakah pendarahan pada bank BDNI saat itu masih bisa ditolong atau tidak? Dari laporan-laporan pengawasan BI sebelum menjadi BTO dan Laporan Due diligence semasa BTO, BDNI sudah tidak layak ditolong lagi. Apakah ini bukan pelanggaran hukum?

Jika terjadi kecelakaan bus penumpang, bukankah supir bus-nya ditahan dengan tuduhan tidak berhati-hati atau lalai. Saya yakin supir bus penumpang itu tidak mempunyai maksud mencelakai penumpang.
Mengapa dalam kasus pemberian BLBI ini yang sudah jelas-jelas dengan maksud membobol keuangan banknya karena disalahgunakan untuk kepentingan perusahaan dalam grupnya, pemilik, para CEO BDNI dan oknum BI yang terlibat dalam pengucuran dana BLBI tidak ditahan? Kalau ini dianggap “kecelakaan” korbannya adalah seluruh rakyat Indonesia dan generasi mendatang karena akibat lanjutan krisis perbankan adalah beban bunga obligasi lebih dari 60 trilyun per tahun dan pemberian obligasi rekap 600 trilyun. Sebagian dari Obligasi Rekap ini telah dijual dan beredar di masyarakat sehingga menjadi utang riil pemerintah jika jatuh tempo pelunasannya tiba.
Mengapa Kejaksaan Agung sampai hati mengatakan tidak ditemukan pelanggaran hukum?
Geramnya hati ini. BLBI = (B) ohong (L) uar (B) iasa (I)ih!


Johanes Wardy Sitinjak
The Tracer (http ://signnet.blogspot.com)

Tidak ada komentar: