Sabtu, Januari 12, 2008

TONY KWOK : PEJUANG ANTI KORUPSI (2)

*BUKAN EKONOMI TAPI SIFAT MANUSIA YANG SERAKAH*

Tony Kwok, mantan Deputi Komisaris dan Kepala Operasi Komisi Independen Pemberantasan Korupsi Hongkong (ICAC) 1996 – 2002, beberapa waktu lalu sempat berkunjung ke Jakarta. Dia diberikan kehormatan untuk mengisi sebuah lokakarya bertemakan Antikorupsi dan Tata Pemerintahan yang Baik, yang diselenggarakan Japan Bank for International Cooperation (JIBC), Universitas Paramadina, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Berikut wawancara *Jawa Pos* dengan pria yang memiliki nama lengkap Kwok Man-wai Tony.

Jawa Pos (JP):

*Bagaimana menurut Anda pemberantasan korupsi di Indonesia?*


Tony Kwok (TK):

Sebenarnya bukan kapasitas saya untuk berkomentar mengenai korupsi di suatu negara. Karena, orang-orang lokal yang lebih mengetahui tentang masalah korupsi di negaranya. Meski begitu, saya ingin sampaikan bahwa permasalahan korupsi di Indonesia hampir sama dengan negara Asia lainnya. Bagi saya, permasalahan Pemerintah Indonesia tidak hanya melakukan pemberantasan korupsi, tapi juga melawan persepsi internasional. Karena persepsi internasional menentukan para pebisnis internasional untuk berinvestasi di Indonesia.


JP:

Lalu, apa saja yang harus dilakukan untuk melakukan pemberantasan korupsi?*

TK:

Sebenarnya solusinya tidak terlalu sulit.

Pertama, pemerintah harus ingat bahwa melawan korupsi tidak bisa sendiri. Tapi, dibutuhkan pendekatan yang komprehensif. Di Hongkong, terdapat empat pendekatan komprehensif. Pertama, melawan korupsi melalui pendidikan. Kedua, pencegahan. Ketiga, penegakan hukum yang efektif untuk memberikan efek yang luas. Dan keempat, pemberantasan dengan melakukan kerjasama dengan departemen, komunitas bisnis, profesional, sekolah, dan pendidikan. Kita tidak bisa menggantungkan pada KPK. Tapi, mencoba memobilisasi semua sektor masyarakat untuk memberantas korupsi.

JP:

Selain itu, apakah ada solusi lainnya?*

TK:

Pemerintah harus memberikan kewenangan penuh terhadap lembaga pemberantasan korupsi, seperti KPK, untuk melakukan pemberantasan korupsi. Hal itu juga merupakan wujud keinginan politik dari pemerintah untuk melakukan pemberantasan korupsi. Saya sudah datang ke beberapa negara yang juga memiliki KPK. Tapi faktanya, mereka tidak didukung dengan kewenangan yang penuh. Di antaranya, Filipina, mereka membuat badan antikorupsi yang baru. Tapi tidak memberikan sumberdaya yang cukup. Itu ibaratnya memiliki tentara tapi tidak memiliki senjata api. Di Hongkong, penyidik diberikan kewenangan seperti polisi untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan rekening.

JP:
Bagaimanakah pemberantasan korupsi di Hongkong?

TK:

Hongkong dahulu merupakan salah satu tempat yang paling korup di dunia. Ada yang mengatakan bahwa korupsi di Hongkong itu ada sejak kamu dilahirkan sampai meninggal. Saya masih ingat ketika adik saya dilahirkan di rumah sakit. Di rumah sakit, kami mengibaratkan membawa adik saya ke tempat tidur koin. Karena, setiap pelayanan menggunakan biaya-biaya tidak resmi. Ketika kami butuh handuk atau air putih harus membayar. Padahal seharusnya itu gratis. Hal serupa terjadi saat kita meninggal, keluarga atau sanak saudara dari pihak yang meninggal harus membayar biaya tidak resmi dahulu, sebelum mendapatkan sertifikat kematian. Bahkan pemadam kebakaran tidak akan memadamkan api apabila kita tidak mengeluarkan biaya terlebih dahulu.

JP:

Apakah polisi ditak menindak mereka?

TK:

Bagaimana mereka dapat menindak kalau mereka juga menerima suap. Misalnya, sopir taksi di Hongkong setiap bulan harus memberikan uang suap kepada polisi. Dengan membayar suap bulanan tersebut, pengemudi taksi mendapatkan label yang ditaruh di kaca samping mobil dan dapat kebal hukum apabila melanggar rambu lalu lintas.
Begitu juga dengan judi. Judi disana merajalela karena mendapat beking dari pihak polisi.

JP:
Bagaimana awalnya pemerintah Anda mulai memberantas korupsi?

TK:

Memberantas korupsi adalah hal yang susah. Tapi, bukanlah hal yang tidak mungkin untuk diberantas. Ketika masih di bawah koloni Inggris, Hongkong sangat korup. Hal ini terjadi karena Pemerintah Inggris tidak serius melakukan pemberantasan korupsi. Akibatnya, korupsi di sana semakin parah. Kemudian pada *1999*, saat penyerahan Hongkong dari Inggris ke Cina, media internasional semakin menyebarluaskan bahwa di bawah Cina, Hongkong semakin korup. Tapi, hal ini tidak bertahan lama setelah Pemerintah Cina membentuk Komisi Independen Pemberantasan Korupsi Hongkong (ICAC). Hongkong yang sebelumnya dikenal sebagai salah satu wilayah yang paling korup di dunia, kini menjadi wilayah paling bersih.

JP:

Usaha apa saja yang telah dilakukan ICAC?

TK:

Dengan menerapkan *zero tolerance* terhadap korupsi, kami tidak hanya mengincar korupsi yang besar, tapi juga korupsi yang kecil. Karena keduanya sangat penting untuk memberikan efek jera kepada pelaku lainnya. Korupsi adalah korupsi, saya tidak peduli satu rupe atau satu billion rupe.

JP:
Bagaimana dengan korupsi kecil yang sudah menjadi budaya?*

TK:

Tidak ada alasan. Kami akan tetap menangkap apabila terbukti melakukan korupsi. Misalnya saya pernah menangkap tukang pos. Tukang pos ditangkap karena meminta biaya tidak resmi, sekitar 10 dolar Hongkong kepada penerima paket. Apabila tidak diberi, tukang pos tersebut mengancam tidak akan memberikan paketnya. Kami memang hanya menangkap satu, tapi penangkapan itu memberikan dampak yang luas kepada lainnya.


JP:
Seringkali para pegawai pemerintah ataupun penegak hukum menggunakan alasan ekonomi untuk melakukan korupsi. Bagaimana menurut Anda?*

TK:

Korupsi bukan karena masalah ekonomi. Tapi karena sifat manusia yang serakah. Kalian melamar pekerjaan tentunya sudah mengetahui gaji yang akan diberikan berapa. Jadi jangan dijadikan alasan untuk melakukan korupsi. Apabila tidak puas dengan gaji, silahkan mencari pekerjaan lainnya yang lebih baik. Ini sama halnya, polisi yang menangkap pencuri. Kemudian pencuri itu mengatakan, dia melakukan perbuatan itu karena tidak punya uang. Jadi apa bedanya dengan pegawai pemerintah atau penegak hukum yang mengeluh karena gaji kecil kemudian melakukan korupsi.

JP:
Kemudian apa yang seharusnya dilakukan Pemerintah?*

TK:

Pertama, pemerintah harus memberikan gaji yang cukup. Kedua, memberikan pendidikan mengenai korupsi. Ketiga, menciptakan sistem sehingga mereka tidak dapat melakukan korupsi. Keempat, penegakan hukum yang efektif.


sumber : Jawa Pos


Tidak ada komentar: