Kamis, Januari 17, 2008

PEJABAT TUNDUKLAH PADA HUKUM

Kalimat di atas mungkin pernah anda dengar di Indovision pada acara Ombudzman yang dibawakan oleh pengacara Hotma Sitompul. Dengan berapi-api dan geram, Hotma mengatakan, “ Dalam acara ini, saya tidak pernah bosan mengatakan, Hai para pejabat tunduklah pada hukum selagi berkuasa. Jika tidak, tunggulah pada saat anda turun dan tidak berkuasa lagi, hukum akan mengejar anda… (walau anda sedang sakit keras sekali pun.., maaf ini tambahan dari saya). Kalimat ini memang tajam namun nyata. Kita lihat banyak pensiunan pejabat yang menjadi pesakitan. Contoh yang baru adalah mantan Dubes Malaysia, yang juga mantan Kapolri Rusdiharjo (sedang sakit) telah ditahan KPK. Sebelumnya Theo Tomeon, Rokhmin Dahuri telah lebih dulu masuk dalam penjara. Walaupun demikian masih ada juga yang “sakti” dapat lolos dari jerat hukum seperti Akbar Tanjung dan Ginanjar. (Kalah sakti dong ucapan Bang Hotma ?). Dan yang lagi jadi pusat perhatiaan saat ini, apakah jerat hukum (juga) tidak bisa menjangkau kasus perdata mantan presiden Suharto terkait yayasan supersemar?

Bertele-telenya penanganan kasus pak Harto dikarenakan tidak memakai hukum sebagai awal penyelesaian masalah. Padahal ada contoh tentang penanganan kasus mantan presiden di negara lain yang dapat ditiru. Misalnya di Korea Selatan, mantan presiden Chun Doo Wan dan Roh Tae Woo dinyatakan bersalah oleh pengadilan namun oleh presiden Korsel saat itu mendapat pengampunan dengan harus masuk kuil/biara untuk bertobat. Persoalan selesai dan Korea Selatan bangkit dari keterpurukan ekonomi dengan cepat. Mengapa di Indonesia tidak bisa demikian? Padahal sebagai orang beragama, lebih baik dinyatakan bersalah oleh pengadilan di dunia, mendapat pengampunan dan bertobat daripada nanti pengadilan Tuhan yang memutuskan bersalah. Saat itu tidak ada lagi pengampunan!

Untuk itu sebagai orang beragama dan taat hukum sebaiknya kita semua mendorong peradilan bagi Pak Harto. Bukan karena dendam namun demi kebaikan Pak Harto sendiri agar tidak menghadapi pengadilan Tuhan .

Hari ini, 17 Januari 2008 Kompas tidak tanggung-tanggung memuat tiga artikel tentang status hukum dan pemberian maaf/pengampunan kepada mantan presiden Suharto. Bahkan sudah seminggu lebih, Kompas memuat tulisan dan berita yang terkesan kontra terhadap perlakuan yang diterima mantan presiden Suharto. Seolah-olah untuk mengimbangi liputan langsung stasiun TV terhadap para bekas pejabat yang membesuk dan memberikan pernyataan yang pro kepada mantan presiden Suharto.

Artikel pertama yang ditulis Patra M. Zen (Ketua Badan Pengurus Yayasan LBH Indonesia) berjudul “Pengampunan dan Keadilan bagai Pak Harto” mengatakan tidak relevan bicara pengampunan Suharto. Pengampunan harus dilakukan setelah ada pengadilan yang fair dan imparsial. Patra M Zen juga menunjukan bahwa Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SKP3) terhadap Suharto berdasar KUHAP pasal 140 ayat 2a,b,c,dan d bukan bentuk penghapusan atau pengampunan. Patra M. Zen di akhir tulisan menduga ada skenario dan permainan politik tingkat tinggi yang kini berlangsung yang bukan demi kepentingan umum.

Rupanya dugaan Patra Zen hampir sama dengan isi dari artikel kedua yang berjudul “Membela Pak Harto” yang ditulis Baskara T.Wardaya SJ. Artikel ini menunjukan 2 fenomena, pertama, wong orang sakit kok para pelaku politik beramai – ramai dengan riang memuji jasa-jasa Pak Harto. Fenomena kedua, desakan sejumlah pelaku politik supaya proses hukum dihentikan. Layaknya sebuah koor besar, satu bilang memaafkan, yang satu memuji dan yang lainnya meminta penghentian. Baskara menduga bahwa jangan-jangan yang takut akan proses hukum dan pengadilan, bukan hanya Pak Harto tetapi juga kroni-kroninya. Mereka takut jika Pak Harto diadili, mereka terkena juga. Mereka takut ketahuan selama ini telah memanfaatkan Suharto demi kepentingan mereka sendiri. Skenario tingkat tinggi ini sedang berlangsung seperti kata Patra M. Zen dan kemungkinan akan berhasil. Namun, saya ingatkan jangan lupa akan judul dan kalimat di awal tulisan ini. Pejabat tunduklah pada hukum!. Jika tidak, hukum akan mengejar anda saat anda tidak berkuasa lagi. Saat ini hukum sedang mengejar mantan presiden Suharto di hari tua dan dalam kondisi sakit, bukannya tidak mungkin, apabila para pejabat/pelaku politik ini menghentikan kasus ini tidak sesuai dengan koridor hukum, suatu saat nanti, jika para pelaku politik ini tidak berkuasa lagi, jerat hukum akan mengejar anda, kemana saja, tidak perduli umur anda sudah uzur dan anda sedang sakit keras!.

Johanes Wardy Sitinjak.

The Tracer (www.signnet.blogspot.com)

Tidak ada komentar: