Rabu, Januari 09, 2008

Resensi Buku : Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif



Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif
Judul Buku: Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif
Penerbit: Lembaga Penerbit FE Universitas Indonesia
Tahun: 2007
Jumlah halaman: 609 halaman, xiii
Penulis: Theodorus M. Tuanakotta


(Kebetulan saat saya mau me-resensi buku ini, saya berjumpa dengan kawan lama yang sudah me-resensi buku ini. Maka tidak ada salahnya saya pakai saja tulisan tersebut. Semoga bermanfaat)

Praktik akuntansi forensic tumbuh dengan pesat tidak lama setelah krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997. Ting­kat korupsi yang masih tinggi juga menjadi pendorong yang kuat untuk berkembangannya praktik akuntansi forensik di Indonesia. Sementara itu, banyak orang me­nunjuk Sarbanes-Oxley Act 2002 (SOX) sebagai tong­gak penting perkembangan akun­tansi forensik. SOX merupakan reaksi keras atas kegagalan perusa­ha­an besar, se­perti Enron, yang men­jual sahamnya di bursa saham akibat fraud. Kasus Enron ikut menyeret keterlibat­an Kan­tor Akuntan Publik yang gagal men­deteksi adanya fraud di peru­sahaan tersebut.



Buku Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif ka­rangan Theodorus M. Tuanakota beru­saha menjawab ber­bagai pertanyaan seputar fraud, pence­gahan, pendeteksian, sampai dengan pengungkapan fraud mela­lui audit investigatif dan akuntansi forensik yang meru­pakan inti dari buku ini. Buku dibagi dalam lima bagian dan terdiri dari tiga puluh bab. Theodorus menje­laskan istilah akun­­tansi forensik lebih tepat digunakan jika sudah bersing­gung­an dengan bidang hukum. Sementara hasil audit investigatif dapat, tetapi tidak harus, digunakan dalam proses pengadilan atau bentuk penyelesaian hukum lainnya. Dalam pene­rapannya akuntansi forensik memang banyak bersing­gungan dengan hukum. Pengungkapan kasus Bank Bali adalah contoh keberhasilan akuntansi forensik. Auditor PwC ber­hasil menun­jukkan aliran dana yang ber­sumber dari pen­cairan dana penjaminan Bank Bali.
Theodorus mencatat akuntansi forensik pada dasarnya sudah diprak­tikkan di Indonesia jauh sebelum krisis ekonomi. BPKP berperan besar dalam bidang ini pada masa peme­rin­tahan orde baru. Banyak audit khusus yang dila­kukan BPKP da­lam tiga dekade meru­pakan akuntansi forensik.



Mengingat akuntansi forensik se­lalu bersinggungan de­ngan hukum, da­lam pengumpulan bukti audit seorang akun­tan forensik harus memahami ma­salah hukum pem­buktian. Bukti yang di­­kum­pulkan harus dapat diterima di pengadilan. Cara perolehan bukti pun tidak boleh melang­gar hu­kum, karena dapat berakibat ditolak­nya alat bukti ter­se­but. Beban pem­buktian dalam kasus fraud haruslah beyond reason­able doubt atau me­lampaui keraguan yang layak.
Seorang auditor fraud harus memi­liki kemampuan yang unik. Disamping keahlian teknis, seorang auditor fraud yang sukses mempunyai kemampuan mengumpulkan fakta-fakta dari ber­bagai saksi secara fair, tidak memihak, sahih, dan aku­rat, serta mampu melapor­kan fak­ta-fak­ta itu secara akurat dan leng­kap. Auditor fraud adalah ga­bung­an antara pengacara, akuntan, kri­mi­nolog, dan investigator



Korupsi merupakan salah satu bentuk fraud. Mengingat ting­kat korupsi di Indonesia sangat tinggi pembahasan masalah korupsi memperoleh perhatian yang cukup luas pada buku ini. Theodorus bahkan merasa perlu menempatkan pembahasan masalah korupsi dan investigasi tindak pidana korupsi pada bab tersendiri, sekali pun di bab-bab yang lain juga banyak menyinggung masalah korupsi. Dapat dikatakan pemberantasan korupsi menjadi topik utama dalam buku Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif ini. Untuk dapat melaksanakan akuntansi forensik yang memadai, seorang akuntan harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang korupsi. Hal ini karena bagian terbesar kasus fraud di Indonesia yang melibatkan akuntansi forensik terkait dengan masalah korupsi.



Upaya pemberantasan korupsi dan fraud pada umumnya akan terus berlanjut. Namun upaya itu harus dibarengi dengan upaya pencegahannya. Seperti menangani penyakit, lebih baik mencegah dari pada mengobati. Dari segi biaya, men­ce­gah terjadinya fraud jauh lebih murah dibanding dengan keru­gian yang diakibatkan fraud. Untuk mencegah fraud harus dihilangkan penyebabnya. Jika fraud disebabkan untuk meme­nuhi kebutuhan (by need) upaya mencegahnya adalah de­ngan meningkatkan kesejahteraan pegawai. Maraknya ko­rupsi di kalangan pegawai negeri di Indonesia sa­lah satunya disebabkan rendahnya gaji pegawai negeri. Untuk itu peme­rintah berupaya untuk meningkatkan kese­jahteraan pegawai negeri.
Terjadinya fraud juga tidak dapat dilepaskan dari kesem­patan (by opportunity). Untuk itu tidak ada cara lain kecuali menutup setiap peluang dan kesempatan untuk melakukan fraud. Melalui pengendalian intern yang efektif diharapkan da­pat mencegah dan mengurangi peluang dan kesempatan terjadi fraud, meskipun tidak menjamin 100% bebas fraud. Sebaik-baiknya sistem masih dapat ditembus jika terjadi kolusi antara dua atau lebih pelaku fraud.



Di samping pengendalian intern, dua konsep lainnya da­lam pencegahan fraud adalah menanamkan kesadaran ten­tang adanya fraud dan upaya menilai risiko terjadinya fraud. Tidak kalah pentingnya adalah keteladanan dari pimpinan. Ka­sus-kasus fraud menunjukkan bahwa contoh negatif yang diberikan pimpinan cepat ditiru oleh bawahan­nya. Banyak orang berpendapat akhir-akhir ini Indonesia meng­alami krisis pimpinan yang dapat dijadikan teladan dan pa­nutan. Tidak mengherankan apabila sampai dengan saat ini Indonesia ma­sih masuk dalam jajaran negara dengan ting­kat korupsi paling tinggi.
Diyakini, meskipun belum pernah ada penelitian tentang besarnya fraud (termasuk korupsi) di Indonesia, fraud yang terungkap relatif kecil dibandingkan dengan fraud yang sebenarnya. Inilah gejala gunung es, hanya tampak kecil di per­mu­kaan. Upaya pendeteksian fraud masih perlu diting­katkan. Melalui profiling orang/kelompok/organisasi pelaku fraud dapat diketahui secara dini potensi seseorang/ke­lom­pok/organisasi akan berbuat fraud. Barangkali aparat pene­gak hukum Indonesia juga perlu melakukan profiling ter­ha­dap organisasi atau instansi pemerintah yang memiliki potensi fraud tinggi. Dengan demikian upaya pendeteksian fraud dapat lebih fokus dan efektif.



Banyaknya kasus-kasus fraud (termasuk korupsi) telah memacu berbagai pihak untuk mengungkapnya melalui audit inves­tigasi. Audit investigasi tidak selalu bermuara ke penye­lesaian secara hukum. Ada banyak kemungkinan kegunaan me­­la­kukan audit investigasi. Namun dalam konteks buku ini audit investigasi dimaksudkan untuk mengumpulkan, meng­analisis dan membuat ikhtisar bukti-bukti sebagai ke­leng­ka­pan pembuktian di pengadilan. Oleh karena itu audit inves­ti­gasi diarahkan agar sejalan dengan pembuktian menurut KUHAP.




Teknik audit yang biasa diterapkan dalam audit umum seperti pemeriksaan fisik, konfirmasi, memeriksa dokumen, review analitikal, meminta penjelasan tertulias atau lisan kepada auditan, menghitung kembali dan mengamati pada dasarnya dapat digunakan untuk audit investigatif. Hanya dalam auidt investigatif, teknik-teknik audit tersebut bersifat eksploratif, mencari “wilayah garapan”, atau probing maupun pendalaman. Secara khusus Theodorus menekankan penting­nya review analitikal. Ciri seorang auditor (investigator) yang tangguh adalah mampu berpikir analitis. Kuasai gambaran besarnya lebih dulu. Review analitikal menekankan pada pena­laran, proses berpikirnya. Dengan penalaran yang baik akan membawa pada seorang auditor atau investigator pada gam­baran mengenai wajar, layak, atau pantasnya suatu data indi­vi­dual disimpulkan dari gambaran yang diperoleh secara global, menyeluruh atau agregat. Review analitikal didasarkan atas perbandingan antara apa yang dihadapi dengan apa yang layaknya harus terjadi. Jika terjadi kesenjangan harus di­cari jawabannya apakah karena fraud, kesalahan, atau salah merumuskan standar.



Selain teknik audit yang biasa digunakan dalam audit umum, ada bebarapa teknik audit investigatif yang bisa dite­rapkan apabila tidak ditemukan bukti dokumen (audit trail). Net worth method dan expenditure method adalah teknik audit untuk menelusuri ketidakwajaran penghasilan dan atau pola konsumsi pelaku fraud. Teknik lain adalah dengan mene­lu­suri aliran uang (follow the money). PPATK mengidentifikasi aliran uang mencurigakan yang dilakukan melalui sistem perbankan atau lembaga keuangan bukan bank. Pelaku fraud cende­rung mencuci uang hasil kejahatan melalui lembaga-lem­baga keuangan dengan cara placement, layering dan integration.



Apapun teknik audit yang digunakan, Theodorus meng­garisbawahi empat kunci agar audit investigatif berhasil, yaitu:
1. mengerti dengan baik persoalan yang akan dipecahkan, apa yang akan diinvestigasi,
2. kuasai dengan baik teknik-teknik investigasi,
3. cermat dalam menerapkan teknik audit yang dipilih, dan.
4. cermat dalam menarik kesimpulan hasil audit.



Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia banyak ter­ken­dala oleh masalah pembuktian, terutama apabila ke­jadian­nya sudah cukup lama. Di samping itu asas praduga tak ber­salah menyulitkan aparat penegak hukum untuk mem­bukti­kan kasus-kasus korupsi. Berbeda dengan di Hong Kong, misal­nya, Independent Commision Against Corruption (se­macam KPK di Indonesia) menciptakan preseden hukum bah­wa dalam kasus korupsi seseorang dianggap bersalah sam­­­pai ia terbukti tidak bersalah (guilty until proven inno­cent). Be­lum adanya lembaga perlindungan saksi ikut ber­peran pada kurang optimalnya upaya pemberantasan ko­rupsi dan fraud pada umumnya. Saksi memegang peran penting dalam peng­ungkapan fraud.



Secara umum buku Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif karangan Theodorus M. Tuanakota ini layak un­tuk dibaca terutama oleh mereka yang berkecimpung di bi­dang audit investigatif dan banyak menangani kasus korupsi. Dari segi bahasa tentu lebih mudah dipahami karena ditulis dengan menggunakan Bahasa Indonesia. Dari segi materi memang tidak ada hal yang baru bagi mereka yang pernah mengikuti diklat investigasi, penyelidikan dan penyidikan, apalagi mereka yang sudah memperoleh CFE (certified fraud examiner). Namun biar bagaimanapun buku ini tetap mem­per­kaya kasanah per­bukuan di bidang akuntansi forensik dan audit investigatif yang didominasi oleh buku-buku ber­bahasa asing. Buku ini bisa juga dijadikan ensiklopedia ma­salah korupsi di Indonesia meng­ingat banyaknya kasus-ka­sus korupsi yang dijadikan refe­rensi dalam penulisannya. Kita dapat mengikuti rekam jejak upaya pemberantasan korupsi yang pernah dan sedang berlangsung di Indonesia.


Oleh : Alex Marwata
Blog : The Tracer
http://www.signnet.blogspot.com/

Tidak ada komentar: