Selama ini berbagai artikel tentang franchise biasanya ditulis oleh konsultan, akademisi dan pengamat. Jarang ada tulisan yang mengupas tentang franchise melalui kacamata para pelaku bisnis yang membeli franchise. Mungkin mereka terlalu “asyik” dan tidak punya waktu untuk melakukannya. Padahal hal ini penting, apakah memang benar apa yang diiklankan/dikatakan para franchisor.
Apakah semua franchise akhirnya memberikan keuntungan besar pada semua pembelinya? Atau adakah yang bermasalah? Tentu tidak semuanya berjalan lancar-lancar aja, sehingga para calon investor harus berhati-hati dalam memilih franchise.Bagaimana memilih franchise? Menurut saya tergantung tiga hal, yaitu sustainability jenis usaha, franchisor dan dana yang dimiliki.
Berikut beberapa hal yang diinginkan calon investor untuk mengetahui tentang sustainability jenis usaha dan franchisor dalam menganalisa tawaran franchise.
Pertama, franchisor dapat menunjukan bahwa ia minimal mempunyai tiga tempat sendiri (lokasi berbeda) yang telah sukses dan masing-masing tempat tersebut telah dijalankan minimal 3 tahun jika Break Even Point (BEP)-nya 1-2 tahun dan 5 tahun jika BEP-nya diatas 2 tahun. Sebaiknya hal ini diwajibkan pihak berwenang untuk dimasukkan dalam regulasi. Ini berguna untuk membedakan mana tawaran yang benar-benar franchise atau hanya BO (Business Opportunity) saja. Selain itu, hal ini untuk membuktikan bisnis tersebut sustain.
Menurut Brian Tracy dalam bukunya Getting Rich Your Own Way, dari 100 bisnis baru yang muncul kurang dari 20% yang dapat bertahan melewati dua tahun pertama. Kemudian di akhir tahun kelima setengah dari 20% tersebut atau kurang dari 10% saja akhirnya dapat bertahan menjadi usaha yang bertumbuh dan mapan. Dengan kata lain sebagian besar (± 90%) gagal.
Pilihan untuk memilih franchise atau BO tergantung dengan type individu yang akan menjalankan franchise. Bila seseorang adalah type pengambil resiko, walau sebenarnya tawaran itu adalah BO, asal ia yakin bisnis tersebut sustain di masa depan, maka ia dapat mengambil sebuah franchise yang baru berdiri alias BO, dengan harapan menjadi pendahulu dari merk tersebut, dengan berbagai keuntungan dalam hal kemudahan proses, biaya setup yang lebih murah, penguasaan pasar, dan lain sebagainya. Orang-orang yang memakai otak kanan, seperti Purdi E. Chandra, bos primagama masuk kategori ini. Begitu ada kesempatan, langsung masuk, urusan lain belakangan.
Apakah semua franchise akhirnya memberikan keuntungan besar pada semua pembelinya? Atau adakah yang bermasalah? Tentu tidak semuanya berjalan lancar-lancar aja, sehingga para calon investor harus berhati-hati dalam memilih franchise.Bagaimana memilih franchise? Menurut saya tergantung tiga hal, yaitu sustainability jenis usaha, franchisor dan dana yang dimiliki.
Berikut beberapa hal yang diinginkan calon investor untuk mengetahui tentang sustainability jenis usaha dan franchisor dalam menganalisa tawaran franchise.
Pertama, franchisor dapat menunjukan bahwa ia minimal mempunyai tiga tempat sendiri (lokasi berbeda) yang telah sukses dan masing-masing tempat tersebut telah dijalankan minimal 3 tahun jika Break Even Point (BEP)-nya 1-2 tahun dan 5 tahun jika BEP-nya diatas 2 tahun. Sebaiknya hal ini diwajibkan pihak berwenang untuk dimasukkan dalam regulasi. Ini berguna untuk membedakan mana tawaran yang benar-benar franchise atau hanya BO (Business Opportunity) saja. Selain itu, hal ini untuk membuktikan bisnis tersebut sustain.
Menurut Brian Tracy dalam bukunya Getting Rich Your Own Way, dari 100 bisnis baru yang muncul kurang dari 20% yang dapat bertahan melewati dua tahun pertama. Kemudian di akhir tahun kelima setengah dari 20% tersebut atau kurang dari 10% saja akhirnya dapat bertahan menjadi usaha yang bertumbuh dan mapan. Dengan kata lain sebagian besar (± 90%) gagal.
Pilihan untuk memilih franchise atau BO tergantung dengan type individu yang akan menjalankan franchise. Bila seseorang adalah type pengambil resiko, walau sebenarnya tawaran itu adalah BO, asal ia yakin bisnis tersebut sustain di masa depan, maka ia dapat mengambil sebuah franchise yang baru berdiri alias BO, dengan harapan menjadi pendahulu dari merk tersebut, dengan berbagai keuntungan dalam hal kemudahan proses, biaya setup yang lebih murah, penguasaan pasar, dan lain sebagainya. Orang-orang yang memakai otak kanan, seperti Purdi E. Chandra, bos primagama masuk kategori ini. Begitu ada kesempatan, langsung masuk, urusan lain belakangan.
Jangan lupa, adalah langkah bijaksana jika sebelum memilih franchise/BO, anda telah mempertimbangkan jenis usaha yang akan anda pilih. Mungkin buku karangan Rhonda Abrams yang berjudul What Business Should I Start ? yang telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia akan membantu. Dalam buku ini ada test untuk menentukan tipe kewirausahaan anda.
Kedua, besarnya Franchise fee dan royalty fee. Menurut saya menjual franchise sebenarnya adalah menjual brand/merek plus sistem pendukung. Dengan demikian salah satu bagian Franchise fee adalah semacam biaya untuk memakai brand/merk tersebut dalam periode tertentu sehingga semakin terkenal merk tersebut semakin mahal lah Franchise fee-nya. Hal ini juga sebaiknya ada regulasinya karena selama ini banyak franchisor yang terlalu pede, mengenakan Franchise fee terlalu mahal padahal merek mereka belum dikenal orang. Calon Franchisee sebenarnya tidak keberatan jika franchisor-nya sudah menjadi brand/merek yang dikenal baik oleh orang, misal McDonald, Alfamart, Indomart, Johny Andrean. Biasanya jika brand/merek franchisor sudah dikenal maka saat pembukaan, tempat kita sudah ramai didatangi konsumen.
Bagi franchisor yang belum terkenal memang sebaiknya tidak mengenakan franchise fee terlalu besar karena tidak fair dengan alasan franchisor masih memungut royalty fee. Royalty fee dikenakan karena pihak franchisor memberikan produk/jasa yang telah distandarisasikan dan sistem pendukungnya. Walaupun belum terkenal, asal produk/jasanya berkualitas, dan sistem pendukung bagus, franchise semacam ini masih bisa sukses. Bukankah jika franchise sukses, pendapatannya akan besar dan royalty fee yang diterima franchisor pun akan besar pula.
Ketiga, franchisor memberikan survei kelayakan yang profesional mengenai lokasi. Biaya ditanggung franchisee jika tempat tersebut tidak layak, tetapi free atau dibagi dua jika lokasi layak dan investor jadi membeli franschise. Sebaiknya diberikan dalam bentuk report yang detail mengenai potensial target market, competitor analysis, area characteristic, dll) Hal ini bisa dilakukan oleh konsultan tetapi akan lebih baik jika franchisor sendiri yang melakukannya. Bukan kah ketika usaha ini belum di-franschise-kan, franchisor juga telah melakukan hal ini? Jadi sebaiknya franchisor sendiri yang melakukan analisis lokasi dengan demikian akan ada komitmen yang kuat dari franchisor untuk memajukan franchise di lokasi ini karena franchisor telah mengetahui potensial target market, competitor,dan area characteristic lokasi tersebut.
Keempat, franchisor memiliki organisasi solid, jumlah SDM cukup dan qualified. Saya kenal beberapa franchisor yang sebenarnya tidak memiliki hal di atas. Mereka bergerak sendiri ke mana mana alias one man show. Layaknya sebuah perusahaan yang dikelola dengan manajemen modern, franchisor harus mempunyai team yang solid terdiri orang-orang yang qualified di bidangnya. Saya hanya tertawa dalam hati ketika salah satu franchisor mengatakan ia mengerjakan sendirian saja sampai urusan lay out. Maksud franchisor tersebut sebenarnya untuk membanggakan dirinya yang serba bisa. Benarkah begitu? Terserah pembaca menilainya.
Kelima, transparan. Franchisor menjelaskan mengenai perhitungan BEP dan Return On Investment termasuk asumsi-sumsinya. Franchisor harus juga menunjukan perhitungan BEP dalam kondisi pesimis, normal dan optimis. Franchisor, biasanya hanya menunjukan asumsi yang optimis saja agar membuat franchisee terkesan. Franchisor juga harus transparan mengenai business/marketing plan per tahun dan informasi mengenai track record perkembangan usaha/permasalahan setiap existing franchisee.Pada satu tawaran franchise lainnya, saya mendapati franchisor begitu transparannya sehingga saya dapat melihat sendiri pembukuan mengenai omzet harian di lokasi di mana franchisor sendiri yang mengelolanya.
Keenam, memberikan grace period dari royalty fee antara 3 – 24 bulan tergantung jenis usaha. Franchisor tentu tahu kebanyakan jenis usaha tidak mungkin langsung laku atau laris saat dibuka. Butuh beberapa bulan agar pendapatan franchisee stabil.
Ketujuh, mempunyai sistem pemantauan, baik individu maupun wilayah dan sistem penanganan komplain yang tepat. Terutama untuk franchise jasa, misal franchise bengkel motor ketika ada kerusakan motor tidak dapat dibetulkan dengan mekanik di satu lokasi, maka dalam tempo cepat team mekanik datang dari kantor pusat untuk membantu membetulkan. Jangan sampai motor konsumen menginap lebih dari seminggu. Ini pernah terjadi pada sebuah franshise/BO besar yang bermarkas di depok dan rawamangun, ternyata tidak siap akan kesediaan mekanik handal. Hati-hati dengan franshise/BO ini yang hanya mengandalkan nama besar saja.
Kedelapan, mempunyai training center yang baik untuk pelatihan karyawan yang akan ditempatkan suatu cabang baru. Akan lebih baik jika karyawan tersebut pernah magang di kantor pusat dan cabang milik franchisee lama sehingga tidak canggung ketika ada franchise baru dibuka. McDonald bahkan mengharuskan franchisee ikut magang disalah satu tempat franchise yang telah ada.
Kesembilan, mempunyai Customer Loyalty Program dan hubungan baik serta kerja sama dengan pihak ketiga. Misal Franchise biro perjalanan telah mempunyai kerja sama dengan pihak hotel dan perusahaan terkenal yang menjadi langganannya. Calon franchisee dapat melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga, mengapa mereka kerja sama dengan franchisor. Hubungan baik dengan pihak supplier juga harus baik dan transparan. Jangan sampai barang-barang yang disupplai justru lebih mahal dibandingkan kalau kita memilih supplier lain karena ternyata harganya telah dimark-up oleh franchisor seperti yang dilakukan oleh sebuah franschise/BO bengkel motor seperti diatas!
Kedua, besarnya Franchise fee dan royalty fee. Menurut saya menjual franchise sebenarnya adalah menjual brand/merek plus sistem pendukung. Dengan demikian salah satu bagian Franchise fee adalah semacam biaya untuk memakai brand/merk tersebut dalam periode tertentu sehingga semakin terkenal merk tersebut semakin mahal lah Franchise fee-nya. Hal ini juga sebaiknya ada regulasinya karena selama ini banyak franchisor yang terlalu pede, mengenakan Franchise fee terlalu mahal padahal merek mereka belum dikenal orang. Calon Franchisee sebenarnya tidak keberatan jika franchisor-nya sudah menjadi brand/merek yang dikenal baik oleh orang, misal McDonald, Alfamart, Indomart, Johny Andrean. Biasanya jika brand/merek franchisor sudah dikenal maka saat pembukaan, tempat kita sudah ramai didatangi konsumen.
Bagi franchisor yang belum terkenal memang sebaiknya tidak mengenakan franchise fee terlalu besar karena tidak fair dengan alasan franchisor masih memungut royalty fee. Royalty fee dikenakan karena pihak franchisor memberikan produk/jasa yang telah distandarisasikan dan sistem pendukungnya. Walaupun belum terkenal, asal produk/jasanya berkualitas, dan sistem pendukung bagus, franchise semacam ini masih bisa sukses. Bukankah jika franchise sukses, pendapatannya akan besar dan royalty fee yang diterima franchisor pun akan besar pula.
Ketiga, franchisor memberikan survei kelayakan yang profesional mengenai lokasi. Biaya ditanggung franchisee jika tempat tersebut tidak layak, tetapi free atau dibagi dua jika lokasi layak dan investor jadi membeli franschise. Sebaiknya diberikan dalam bentuk report yang detail mengenai potensial target market, competitor analysis, area characteristic, dll) Hal ini bisa dilakukan oleh konsultan tetapi akan lebih baik jika franchisor sendiri yang melakukannya. Bukan kah ketika usaha ini belum di-franschise-kan, franchisor juga telah melakukan hal ini? Jadi sebaiknya franchisor sendiri yang melakukan analisis lokasi dengan demikian akan ada komitmen yang kuat dari franchisor untuk memajukan franchise di lokasi ini karena franchisor telah mengetahui potensial target market, competitor,dan area characteristic lokasi tersebut.
Keempat, franchisor memiliki organisasi solid, jumlah SDM cukup dan qualified. Saya kenal beberapa franchisor yang sebenarnya tidak memiliki hal di atas. Mereka bergerak sendiri ke mana mana alias one man show. Layaknya sebuah perusahaan yang dikelola dengan manajemen modern, franchisor harus mempunyai team yang solid terdiri orang-orang yang qualified di bidangnya. Saya hanya tertawa dalam hati ketika salah satu franchisor mengatakan ia mengerjakan sendirian saja sampai urusan lay out. Maksud franchisor tersebut sebenarnya untuk membanggakan dirinya yang serba bisa. Benarkah begitu? Terserah pembaca menilainya.
Kelima, transparan. Franchisor menjelaskan mengenai perhitungan BEP dan Return On Investment termasuk asumsi-sumsinya. Franchisor harus juga menunjukan perhitungan BEP dalam kondisi pesimis, normal dan optimis. Franchisor, biasanya hanya menunjukan asumsi yang optimis saja agar membuat franchisee terkesan. Franchisor juga harus transparan mengenai business/marketing plan per tahun dan informasi mengenai track record perkembangan usaha/permasalahan setiap existing franchisee.Pada satu tawaran franchise lainnya, saya mendapati franchisor begitu transparannya sehingga saya dapat melihat sendiri pembukuan mengenai omzet harian di lokasi di mana franchisor sendiri yang mengelolanya.
Keenam, memberikan grace period dari royalty fee antara 3 – 24 bulan tergantung jenis usaha. Franchisor tentu tahu kebanyakan jenis usaha tidak mungkin langsung laku atau laris saat dibuka. Butuh beberapa bulan agar pendapatan franchisee stabil.
Ketujuh, mempunyai sistem pemantauan, baik individu maupun wilayah dan sistem penanganan komplain yang tepat. Terutama untuk franchise jasa, misal franchise bengkel motor ketika ada kerusakan motor tidak dapat dibetulkan dengan mekanik di satu lokasi, maka dalam tempo cepat team mekanik datang dari kantor pusat untuk membantu membetulkan. Jangan sampai motor konsumen menginap lebih dari seminggu. Ini pernah terjadi pada sebuah franshise/BO besar yang bermarkas di depok dan rawamangun, ternyata tidak siap akan kesediaan mekanik handal. Hati-hati dengan franshise/BO ini yang hanya mengandalkan nama besar saja.
Kedelapan, mempunyai training center yang baik untuk pelatihan karyawan yang akan ditempatkan suatu cabang baru. Akan lebih baik jika karyawan tersebut pernah magang di kantor pusat dan cabang milik franchisee lama sehingga tidak canggung ketika ada franchise baru dibuka. McDonald bahkan mengharuskan franchisee ikut magang disalah satu tempat franchise yang telah ada.
Kesembilan, mempunyai Customer Loyalty Program dan hubungan baik serta kerja sama dengan pihak ketiga. Misal Franchise biro perjalanan telah mempunyai kerja sama dengan pihak hotel dan perusahaan terkenal yang menjadi langganannya. Calon franchisee dapat melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga, mengapa mereka kerja sama dengan franchisor. Hubungan baik dengan pihak supplier juga harus baik dan transparan. Jangan sampai barang-barang yang disupplai justru lebih mahal dibandingkan kalau kita memilih supplier lain karena ternyata harganya telah dimark-up oleh franchisor seperti yang dilakukan oleh sebuah franschise/BO bengkel motor seperti diatas!
Setelah anda memilih franchise yang tepat, jangan lupa sukses dalam bisnis membutuhkan kesabaran dan kerja keras. Thomas Alfa Edison berhasil menemukan bola lampu listrik setelah melakukan percobaan yang ke -2000 kalinya.
Jangan lupa pula tetap berinovasi karena setelah berjalan beberapa lama, franchise anda terlihat cukup sukses maka akan muncul pesaing-pesaing baru didekat lokasi anda.
Semoga bermanfaat.
Catatan :
Catatan :
Telah diterbitkan harian kontan yang telah diupdate sesuai dengan perkembangan
Kami memberikan jasa konsultasi bagaimana memulai usaha bagi para investor. Jasa kami mulai dari survey lapangan dan kelayakan bisnis sampai dengan pendampingan pengelolaan operasional dan keuangan. Anda Tertarik ? Hubungi kami di 7-111-00-98 atau email Thetracer08@gmail.com
Oleh :
Johanes Wardy Sitinjak
The Tracer (http://signnet.blogspot.com/)
1 komentar:
Pak, itu franchise/BO bengkel motor itu punya HMTC ya. Saya juga punya kenalan yang buka bengkel motor kecewa dengan HMTC. Bener pesen sparepart melalui HMTC harga sparepartnya lebih mahal. Mekaniknya juga kebanyakan anak-anak yg baru lulus.
Posting Komentar