Kamis, Juli 10, 2008

DPR, DULU "TUKANG CAP", KINI SKANDAL BERTEBARAN

Petuah Sejarawan Inggris Lord Acton, “Power tends to corrupt; absolute power corrupts absolutely”, rupanya kurang di perhatikan di negara ini. Walaupun sudah sangat terkenal namun berulang kali petuah ini dilanggar oleh sebagian para penyelenggara negara. Kali ini DPR kembali menjadi perhatian media. Anggota DPR Bulyan Royan (BR) ditangkap oleh KPK karena menerima suap dari Departemen Perhubungan.

Sebagaimana kita ketahui DPR mempunyai fungsi sebagai legislasi (pembuat undang-undang), persetujuan anggaran dan pengawasan. Ditambah lagi sebagai penentu dalam seleksi para beberapa pimpinan Badan, Komisi dan Bank Indonesia. Namun, semua peran tersebut belum cukup menyibukkan waktu bagi BR. BR masih mempunyai waktu untuk menjadi “calo proyek” pengadaan kapal di Dephub. Demikian juga anggota DPR Al Amin Nasution (AAN) yang tertangkap dalam kasus alih fungsi hutan. Hamka Yamdu dan Zainal Abidin ditangkap dalam kasus aliran dana BI. Ironis, di saat mereka melakukan "deal-deal" terdapat banyak tunggakan RUU yang belum diselesaikan, sementara sebentar lagi masa kerja mereka akan berakhir. Melihat posisi dan kekuasaan DPR yang besar sekali, rasa-rasanya masih akan ada lagi anggota DPR yang akan tertangkap lagi oleh KPK.

Apakah yang menjadi penyebab sebagian anggota DPR melakukan tindakan tak terpuji. Secara umum Dr. Donald Cressey menjelaskan teori fraud triangle yang menjelaskan seseorang melakukan fraud, yaitu adanya motif atau tekanan hidup, kesempatan dan rationalisasi.
Dalam kasus BR mungkin motive-nya adalah kebutuhan dana untuk membiayai kampanye agar terpilih kembali menjadi anggota DPR atau dalam kasus AAN mungkin motive-nya adalah selain sama dengan BR, kemungkinan tekanan untuk kebutuhan hidup karena sebelummnya uangnya habis untuk mendanai pesta mewah pernikahannya dengan Kristina, sedangkan Kristina tidak diperbolehkan manggung kembali.

Rasionalisasi adalah kecenderungan seseorang untuk membenarkan tindakannya. Mungkin baik BR dan AAN berpikiran bahwa ini untuk kepentingan partai dan beranggapan anggota partai yang lain juga berbuat demikian.

Faktor kesempatan adalah yang paling krusial. Kelemahan DPR adalah kekuasaan yang begitu besar yang dimiliki DPR tanpa pengawasan yang memadai. Dengan kurangnya pengawasan maka kesempatan bagi anggota DPR untuk melakukan perbuatan tercela besar sekali. Badan Kehormatan DPR hanya bekerja jika menerima pengaduan saja. Maka semakin menyedihkan melihat tingkah laku anggota DPR yang tidak terpuji jika dilihat dari kode etik DPR. Ada beberapa pasal dalam kode etik DPR yang dilanggar yaitu :

Pasal 11
Anggota dilarang menerima imbalan atau hadiah dari pihak lain, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 14
Anggota dilarang menyalahgunakan jabatannya untuk mencari kemudahan dan keuntungan pribadi, keluarga, sanak famili, dan kroninya yang mempunyai usaha atau melakukan penanaman modal dalam suatu bidang usaha.

Pasal 17 ayat 2
Anggota tidak diperkenankan melakukan hubungan dengan mitra kerjanya dengan maksud meminta atau menerima imbalan atau hadiah untuk kepentingan pribadi.

Beberapa hari yang lalu Komisi Pemilihan Umum telah meloloskan 35 Partai untuk ikut bertarung dalam Pemilu 2009. Dalam bisnis, jika terdapat banyak pelaku bisnis akan menimbulkan persaingan ketat. Siapa yang memiliki keunggulan kualitas produk, produk yang sesuai selera konsumen dan harga yang terjangkau akan tumbuh sebagai pemenang. Apakah dalam pemilu 2009 akan menghasilkan politisi yang berkualitas dan jujur atau kah seperti cerita humor ini di mana masyarakat tidak percaya lagi kepada politisi.


Oleh :
Johanes Wardy Sitinjak

Tidak ada komentar: