Setelah beberapa minggu pemeriksaan terhadap tersangka Jaksa UTG dan AS, berkembang pendapat di masyarakat tentang kasus ini. Versi tersangka UTG dan kubu AS beserta pengacaranya mengembangkan skenario bisnis jual beli permata. Bahkan pengacara tersebut mengatakan permatanya AS banyak banget. (Kapan ngeliatnya sih? Wong AS lagi dipenjara?)
Sedangkan saya dan mungkin sebagian besar masyarakat berpendapat kasus ini adalah kasus suap.
Sebenarnya ada satu lagi pendapat, yaitu hasil penyelidikan internal kejaksaan yang dilakukan Jampidwas. Tetapi abaikan saja, dari dulu saya tidak pernah percaya hasil kerja aparat internal instansi mana pun. Pengalaman saya ketika menjadi auditor internal di suatu lembaga (yang sudah almarhum) juga banyak mendapat intervensi dan pembatasan. Apalagi jika pemimpin pengawasan internal tersebut orang yang takut kehilangan jabatan.
Kembali ke permasalahan kasus ini, apakah kasus ini suap atau jual beli permata?
Mari kita analisis secara lebih seksama.
Pertama, perkenalan antara UTG dan AS.
Cerita-cerita yang ada di media massa tidak jelas apakah UTG dan AS benar-benar saling kenal terkait bisnis permata. Di satu media AS bilang tidak tahu UTG adalah jaksa karena pakaian preman terus. Di media yang lain, AS dan UTG berkenalan lewat jaksa lain. Dengan demikian bisa diambil kesimpulan kemungkinan besar AS dan UTG saling kenal tetapi tidak terkait bisnis permata. Tidak ada pihak lain yang bisa memberi informasi bahwa AS dan UTG berbisnis permata. Untuk memastikannya KPK dapat meminta ahli permata untuk menanyakan kepada UTG tentang seluk beluk permata.
Kedua, tempat dan cara melakukan transaksi.
Jika AS dan UTG sedang dalam bisnis permata. Aneh sekali jika bisnis permata dilakukan di rumah kediaman orang lain. Tidak adakah tempat yang layak di Jakarta ini untuk melakukan bisnis ini. Mengapa harus di rumah ? jawabannya supaya tidak terlihat orang lain atau publik. Baik UTG maupun AS tidak mau pertemuannya diketahui.
Kemudian cara melakukan transaksi juga aneh. Uang dalam jumlah besar dimasukkan dalam kardus minuman. Cara ini benar-benar primitif sekali. Praktisi bisnis yang legal tidak akan mau membawa uang demikian besar. Cukup tulis cek atau transfer beres. Padahal baik AS maupun UTG pasti paham mengenai transaksi yang aman melalui bank.
Mengapa mereka melakukan cara primitif ini? Lagi-lagi mereka tidak ingin ketahuan meninggal jejak transaksi. Kita tahu jika lewat bank akan terlacak oleh Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK). PPATK menurut Kompas hari ini telah menemukan pencairan uang dalam jumlah besar beberapa hari sebelum kasus ini terjadi.
Lebih aneh lagi, kubu AS mengatakan uang itu adalah pinjaman untuk modal bisnis permata ? Apa mungkin? Saya pernah meminta pinjaman ke bank yang jauh lebih kecil jumlahnya untuk keperluan usaha. Salah satu persyaratannya harus memenuhi dulu, apakah usaha anda telah berjalan minimal 2 tahun dan menguntungkan. Belum lagi persyaratan-persyaratan yang lain.
Masa sih AS mau memberikan modal sedemikian besar jika UTG baru mau mulai berbisnis? Apa tidak takut tertipu?
Kalau benar pengacara AS menyetujui pernyataan ini pantas saja pengacara ini tertipu di salah satu perusahaan investasi beberapa waktu yang lalu.
Ketiga, apakah berbeda antara penangkapan jaksa UTG dan AS dengan kasus penangkapan anggota Mahkamah Judisial (MJ) yang juga mantan jaksa, Irawady Joenus (IJ) dan Freddy Santoso. Kedua penangkapan itu dilakukan KPK, juga di rumah yang bukan menjadi kediamaan para pelaku. Aneh, jika IJ dikenakan pasal suap padahal IJ bukan pelaku atau pejabat yang terkait langsung dengan masalah pengadaan tanah untuk MJ. Sementara UTG adalah pelaku utama karena jabatanya adalah ketua tim jaksa pemeriksa BLBI BDNI.
Walaupun belum ditemukan bukti langsung keterkaitan uang yang diterima UTG dengan penghentian pemeriksaan kasus BLBI BDNI. Mana mungkin AS memberi uang sebanyak itu kepada UTG tanpa alasan. Apalagi AS adalah WNI keturunan yang biasa menghitung untung rugi secara jelimet dan pelit.
Dengan demikian menurut saya kasus ini jelas kasus suap! Tinggal pengembangan apakah UTG dan AS hanya pelaku lapangan sedangan pelaku utamanya masih bebas berkeliaran untuk lobi sana sini agar kasus ini terhenti sampai di UTG dan AS saja.
Johanes Wardy Sitinjak
The Tracer (http://signnet.blogspot.com/)
Sedangkan saya dan mungkin sebagian besar masyarakat berpendapat kasus ini adalah kasus suap.
Sebenarnya ada satu lagi pendapat, yaitu hasil penyelidikan internal kejaksaan yang dilakukan Jampidwas. Tetapi abaikan saja, dari dulu saya tidak pernah percaya hasil kerja aparat internal instansi mana pun. Pengalaman saya ketika menjadi auditor internal di suatu lembaga (yang sudah almarhum) juga banyak mendapat intervensi dan pembatasan. Apalagi jika pemimpin pengawasan internal tersebut orang yang takut kehilangan jabatan.
Kembali ke permasalahan kasus ini, apakah kasus ini suap atau jual beli permata?
Mari kita analisis secara lebih seksama.
Pertama, perkenalan antara UTG dan AS.
Cerita-cerita yang ada di media massa tidak jelas apakah UTG dan AS benar-benar saling kenal terkait bisnis permata. Di satu media AS bilang tidak tahu UTG adalah jaksa karena pakaian preman terus. Di media yang lain, AS dan UTG berkenalan lewat jaksa lain. Dengan demikian bisa diambil kesimpulan kemungkinan besar AS dan UTG saling kenal tetapi tidak terkait bisnis permata. Tidak ada pihak lain yang bisa memberi informasi bahwa AS dan UTG berbisnis permata. Untuk memastikannya KPK dapat meminta ahli permata untuk menanyakan kepada UTG tentang seluk beluk permata.
Kedua, tempat dan cara melakukan transaksi.
Jika AS dan UTG sedang dalam bisnis permata. Aneh sekali jika bisnis permata dilakukan di rumah kediaman orang lain. Tidak adakah tempat yang layak di Jakarta ini untuk melakukan bisnis ini. Mengapa harus di rumah ? jawabannya supaya tidak terlihat orang lain atau publik. Baik UTG maupun AS tidak mau pertemuannya diketahui.
Kemudian cara melakukan transaksi juga aneh. Uang dalam jumlah besar dimasukkan dalam kardus minuman. Cara ini benar-benar primitif sekali. Praktisi bisnis yang legal tidak akan mau membawa uang demikian besar. Cukup tulis cek atau transfer beres. Padahal baik AS maupun UTG pasti paham mengenai transaksi yang aman melalui bank.
Mengapa mereka melakukan cara primitif ini? Lagi-lagi mereka tidak ingin ketahuan meninggal jejak transaksi. Kita tahu jika lewat bank akan terlacak oleh Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK). PPATK menurut Kompas hari ini telah menemukan pencairan uang dalam jumlah besar beberapa hari sebelum kasus ini terjadi.
Lebih aneh lagi, kubu AS mengatakan uang itu adalah pinjaman untuk modal bisnis permata ? Apa mungkin? Saya pernah meminta pinjaman ke bank yang jauh lebih kecil jumlahnya untuk keperluan usaha. Salah satu persyaratannya harus memenuhi dulu, apakah usaha anda telah berjalan minimal 2 tahun dan menguntungkan. Belum lagi persyaratan-persyaratan yang lain.
Masa sih AS mau memberikan modal sedemikian besar jika UTG baru mau mulai berbisnis? Apa tidak takut tertipu?
Kalau benar pengacara AS menyetujui pernyataan ini pantas saja pengacara ini tertipu di salah satu perusahaan investasi beberapa waktu yang lalu.
Ketiga, apakah berbeda antara penangkapan jaksa UTG dan AS dengan kasus penangkapan anggota Mahkamah Judisial (MJ) yang juga mantan jaksa, Irawady Joenus (IJ) dan Freddy Santoso. Kedua penangkapan itu dilakukan KPK, juga di rumah yang bukan menjadi kediamaan para pelaku. Aneh, jika IJ dikenakan pasal suap padahal IJ bukan pelaku atau pejabat yang terkait langsung dengan masalah pengadaan tanah untuk MJ. Sementara UTG adalah pelaku utama karena jabatanya adalah ketua tim jaksa pemeriksa BLBI BDNI.
Walaupun belum ditemukan bukti langsung keterkaitan uang yang diterima UTG dengan penghentian pemeriksaan kasus BLBI BDNI. Mana mungkin AS memberi uang sebanyak itu kepada UTG tanpa alasan. Apalagi AS adalah WNI keturunan yang biasa menghitung untung rugi secara jelimet dan pelit.
Dengan demikian menurut saya kasus ini jelas kasus suap! Tinggal pengembangan apakah UTG dan AS hanya pelaku lapangan sedangan pelaku utamanya masih bebas berkeliaran untuk lobi sana sini agar kasus ini terhenti sampai di UTG dan AS saja.
Johanes Wardy Sitinjak
The Tracer (http://signnet.blogspot.com/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar